Apolin Tagih Janji Presiden Turunkan Harga Gas

0
462
Reporter: Petrus Dabu

Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) mengungkapkan pemerintah belum mengimplementasikan harga gas sesuai Peraturan Presiden No 40 tahun 2016. Harga gas yang diterima anggota asosiasi ini masih lebih mahal dari pada ketentuan dalam beleid tersebut.

“Dimana di dalam Perpres itu disebutkan industri menerima di halaman industrinya itu sebesar US$ 6 per MMBTU, tetapi kenyataannya khusus sektor kami oleochemical ini berkisar US$ 10 sampai hampir US$ 12 dollar per MMBTU. Terutama salah satu anggota kami yang di kawasan ekonomi khusus Seimanagke itu hampir US$ 12 per MMBTU karena memang belum ada pipanisasi ke sana,” ujar Ketua Apolin, Rapolo Hutabarat dalam konferensi pers bersma Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki)  di Jakarta, Senin (3/2).

Rapolo mengatakan untuk bisa mengimplementasikan Perpres tersebut, pemerintah bisa berbesar hati untuk tidak menerima Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Karena setiap MMBTU gas yang dijual ke industri, pemerintah mendapatkan PNBP sebesar US$ 2,2.

“Arahan pak Jokowi adalah kalau memang tidak dimplementasikan [amanat Perpres] maka pemerintah akan membuka keran impor [gas]. Yang kedua, yang US$ 2,2 itu pemerintah tidak usah terima. Nah sekarang regulator yang menentukan apakah mejalankan amanah yang diamantkan Perpres itu atau tidak,” ujarnya.

Baca Juga :   Menperin: Presiden Setujui Penambahan Penerima Insentif Harga Gas

Kebutuhan gas industri oleochemical selama 2020 hingga 2040 menurut dia sebesar 13 juta MMBTU. Dengan asumsi kebutuhan tersebut dan harga di kisaran US$ 10 hingga US$ 12 per MMBTU, maka menurut dia, transaksi pembelian gas dari industri ini secara keseluruhan sebesar US$ US$ 120 juta.

“Teatpi kalau Pereps itu diimpelementasikan maka industri ini akan menghemat lebih kurang US$ 70 juta,” tandasnya.

Harga gas yang tinggi menyebabkan investsai baru di industri ini relatif kurang bergairah. Sebagai gambaran,  tahun 2017 lalu, investasi oleochemical di Indonesia sebesar Rp 4,7 triliun yaitu di Dumai, Riau. Kemudian tahun 2018 nilai investasinya olechemical turun menjadi  Rp 1,3 triliun juga di Dumai.

“Di 2019 karena perluasan di Suamtera Utara ada Rp 0,8 triliun,” ujarnya.

Industri ini juga memberikan kontribusi yang cukup besar untuk ekspor Indonesia. Tahun 2018 lalu, volume ekspor olechemical Indoensia mencapai 2,7 juta ton atau senilai US$ 2,38 miliar. Sedangkan Januari-November 2019, volume ekspor olechemical sebesar 3 juta ton dan diperkirakan mencapai 3,36 juta ton hingga Desember. Sedangkan nilai ekspornya sedikit lebih rendah yaitu US$ 2,1 miliar.

Leave a reply

Iconomics