Cerita Benny Tjokro soal WanaArtha, BJBR dan LCGP Dalam Kasus Jiwasraya

1
282

Terdakwa kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Benny Tjokrosaputro mengaku heran jika ada pihak yang menyoal pembelian saham PT Hanson International Tbk (MYRX) di bursa. Jika itu yang dipersoalkan, umumnya masyarakat pemain pasar modal semua pernah beli saham MYRX dan PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO).

“Terbukti pemegang saham publiknya ada lebih dari 8.000 individu. Ya kalau pun ada PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (WanaArtha Life), apa ada larangan perusahaan asuransi beli saham?” kata Benny Tjokro yang diwakili kuasa hukumnya Muchtar Arifin lewat pesan Whatsapp beberapa waktu lalu.

Muchtar mengatakan, penjelasan ini penting disampaikan karena ada pemberitaan yang menyoal pembelian saham MYRX dan RIMO oleh WanaArtha. Dalam salinan berita acara pemeriksaan (BAP) Benny Tjokrosaputro yang diperoleh wartawan The Iconomics, disebutkan WanaArtha pernah membeli saham MYRX. Soal ini pun diakui Benny Tjokro.

“Saya juga menjual saham ke WanaArtha, Asabri, Tabung Haji Malaysia, fund manager dan lain sebagainya,” kata Benny Tjokro seperti dikutip BAP itu.

Baca Juga :   Untuk Sehatkan Wanaartha Life, OJK Minta Pemegang Saham Suntik Modal Rp16,21 Triliun

Berdasarkan data yang dimiliki Kejaksaan Agung, penyidik menunjukkan kepada Benny Tjokro data transaksi efek untuk saham MYRX. Dari data transaksi itu, WanaArtha tercatat 2 kali melakukan transaksi penjualan saham MYRX kepada Jiwasraya sebagai pembeli. Transaksi itu dilakukan pada 15 Desember 2016 dan 26 April 2017. Tiap-tiap transaksi sekitar Rp 175 juta dan Rp 69 juta.

Merujuk kepada BAP itu, Benny Tjokro tidak mengetahui bahwa WanaArtha bertransaksi saham MYRX dengan Jiwasraya. Selanjutnya, dalam pemberitaan WanaArtha juga disebut bertransaksi saham RIMO, BJBR dan LCGP. Semuanya terjadi pada 2016.

“Itu ngawur sekali. Saham RIMO baru mulai bisa diperjualbelikan per Maret 2017. Sebelumnya saham RIMO disuspensi Bursa Efek Indonesia sejak 2014. Dan Pak Benny (Tjokro) baru resmi bergabung RIMO pada Maret 2017,” kata Muchtar menirukan ucapan benny Tjokro.

Kengawuran lainnya, kata Muchtar, soal penyebutan saham BJBR dan LCGP yang merupakan milik grup Benny Tjokro. Emiten BJBR merupakan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk yang merupakan badan usaha milik daerah (BUMD). Lalu, LCGP adalah PT Eureka Prima Jakarta Tbk di mana Benny Tjokro sama sekali tidak kenal dengan perusahaan ini.

Baca Juga :   Nasabah WanaArtha Tuntut Kejelasan Pembayaran Manfaat Asuransi dan Investasi

Karena itu, kata Muchtar, merujuk kepada surat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2 Maret 2017 menyatakan efektifnya pernyataan pendaftaran RIMO. Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia mensuspensi RIMO sejak 17 April 2014. Jadi, suspensi saham RIMO baru dibuka lagi pada 14 Maret 2017.

“Jadi, selama periode di antara 2014 hingga 2017 tidak ada perdagangan saham RIMO di BEI. Tidak mungkin ada transaksi. Ini membuktikan Kejaksaan (Agung) kurang cermat,” kata Muchtar.

Dalam kasus dugaan korupsi Jiwasraya, Benny Tjokro didakwa telah merugikan negara senilai Rp 16,8 triliun. Perbuatan itu dilakukan bersama 5 terdakwa lainnyayaitu Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat; Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto; mantan Direktur Utama, Hendrisman Rahim; mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo dan eks Kepala Divisi Investasi, Syahmirwan.

 

 

1 comment

  1. Indra setiawan 6 July, 2020 at 08:05 Reply

    Untuk Indonesia yang lebih baik di masa masa mendatang perlu disadari proses peradilan yang adil untuk semua pihak berdasarkan realita kebenaran bukan berdasarkan target.

Leave a reply

Iconomics