Status Indonesia Sebagai Negara Maju, Tak Pengaruhi Insentif GSP

0
484
Reporter: Leo Farhan

Kementerian Keuangan meluruskan tentang hilangnya insentif Generalized System of Preferences (GSP) Amerika Serikat untuk produk ekspor Indonesia saat Indonesia masuk sebagai negara maju.

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebenarnya juga tidak terlalu khawatir bila GSP tidak ada. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, hanya sebagian komoditas ekspor Indonesia yang menikmati hal tersebut. Komoditas ekspor tersebut terdiri dari produk pakaian, hasil karet, alas kaki, produk elektronik dan furnitur.

“Sebetulnya pengumumannya itu lebih kepada Countervailing Duties (CVD). Selama ini, hanya 5 komoditas ekspor Indonesia yang menikmati hal itu, jadi tak terlalu besar,” kata Sri Mulyani saat ditemui di Jakarta pada Selasa (23/02/2020).

Ia juga menegaskan bahwa kebijakan itu berbeda sama sekali dengan fasilitas GSP. “CVD ini berbeda dengan GSP. Jadi tidak ada hubungannya,” tutur Sri Mulyani.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kedutaan menegaskan bahwa Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta telah memberikan klarifikasi yang menegaskan bahwa notice United State Trade Representative (USTR) yang baru tersebut tidak berpengaruh terhadap pemberian fasilitas GSP Indonesia. Kebijakan tersebut hanya berdampak pada US countervailing duty investigations bukan pada program Generalized System of Preferences (GSP). Lebih lanjut, status penerima GSP yang didasarkan pada 15 kriteria eligibilitas, didasarkan pada undang-undang yang berbeda, termasuk kriteria negara berkembang dan Least Development Countries (LDCs) yang ditentukan oleh World Bank. Undang- undang GSP tidak menjadikan status ‘negara berkembang’ sebagai pertimbangan.

Baca Juga :   Sampai Mei 2021, Belanja Negara Mencapai 34,4% dari Target APBN

Dalam informasi tertulis Kementerian tersebut menyebutkan penjelasan lebih lanjut mengenai noticedari USTR yang berdampak pada U.S. Countervailing Duty Investigations akan dijelaskan oleh Kementerian Perdagangan.

Pada tanggal 10 Februari 2020, USTR menerbitkan notice yang mengeluarkan Indonesia dan sejumlah negara lain dari daftar negara berkembang. Publikasi tersebut termaktub dalam Federal Register Vol 85 No 27 Halaman 7613 (85 FR 7613) “Designations of Developing and Least-Developed Countries Under the Countervailling Duty Law”. Kebijakan tersebut berdampak pada US countervailing duty investigations terhadap negara-negara berkembang yang dideklarasikan sendiri oleh AS, meliputi Albania, Argentina, Armenia, Brazil, Bulgaria, Cina, Kolumbia, Kosta Rika, Georgia, Hongkong, India, Indonesia, Kazakhstan, Republik Kyrgyzstan, Malaysia, Moldova, Montenegro, Makedonia Utara, Rumania, Singapura, Afrika Selatan, Korea Selatan, Thailand, Ukraina dan Vietnam.

Leave a reply

Iconomics