AFPI Nilai Industri Pinjaman Daring Punya Peluang Besar Berkembang di 2025

Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar/Iconomics
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai industri pinjaman daring (pindar) memiliki banyak peluang untuk berkembang di 2025. Karena itu, diperlukan strategi bisnis, dan transformasi teknologi yang berkelanjutan.
Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar mengatakan, pihaknya memprediksi permintaan terhadap layanan pindar akan terus meningkat pada tahun ini. Hal tersebut dipengaruhi beberapa faktor seperti peningkatan inklusi keuangan, pergeseran perilaku konsumen, dan kebutuhan pinjaman untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Adopsi internet dan smartphone yang terus meningkat akan memungkinkan lebih banyak orang mengakses layanan pindar, terutama di pasar negara berkembang,” kata Entjik dalam keterangan resminya pada Rabu (5/2).
Dorongan kondisi itu, kata Entjik, karena adanya kebutuhan pendanaan yang besar dari masyarakat. Ditambah dengan keterbatasan kemampuan pembiayaan dari lembaga jasa keuangan konvensional, yang semakin membuka peluang bagi industri pindar.
Berdasarkan riset EY MSME Market Study and Policy Advocacy, kata Entjik, total kebutuhan pembiayaan UMKM pada 2026 diproyeksikan mencapai Rp 4.300 triliun. Sementara kemampuan suplai kredit yang ada hanya sebesar Rp 1.900 triliun.
Dengan demikian, kata Entjik, ada jarak kredit senilai Rp 2.400 triliun dari lembaga jasa keuangan konvensional. “Data menyebutkan bahwa masyarakat yang tidak bisa dilayani oleh fasilitas pembiayaan konvensional atau unbankable people ini masih sangat besar. Di sini ada prospek pindar ke depan untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” kata Entjik.
Ketua Bidang Humas AFPI Kuseryansyah mengatakan, faktor ekonomi internasional dan domestik, juga mempengaruhi masa depan industri pindar. Platform pindar yang bergantung pada pinjaman atau fasilitas kredit dari lembaga keuangan, akan mendapatkan biaya yang lebih murah, sehingga pindar bisa menawarkan bunga pinjaman yang lebih kompetitif kepada konsumen.
Dalam kesempatan itu, kata Kuseryansyah, AFPI mengapresiasi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dinilai telah menerbitkan beberapa regulasi terkait pindar. Yang terbaru OJK mengeluarkan POJK Nomor 40 Tahun 2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
Dikatakan Kusersyansyah, AFPI berharap adanya regulasi yang komprehensif untuk mendukung industri pindar seperti regulasi soal perlindungan konsumen, kolaborasi dengan bank dan lembaga keuangan, serta peraturan anti pencucian uang dan pencegahan pembiayaan terorisme. “Sementara, dari sisi ekonomi makro, ketika suku bunga lebih rendah, biaya pinjaman menjadi lebih terjangkau bagi konsumen dan bisnis. Ini mendorong permintaan untuk pinjaman, baik di sektor multiguna maupun produktif,” ujarnya.
Leave a reply
