Berikut Catatan Ombudsman soal Program Akses Internet untuk Daerah 3T

0
608
Reporter: Rommy Yudhistira

Laporan Ombudsman RI menyebutkan ada beberapa catatan terkait pelaksanaan program penyediaan akses internet di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T) oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti). Secara umum, penggunaan aplikasi PASTI yang merupakan layanan informasi pengajuan permohonan akses internet, BTS, relokasi, dan ubah bandwith di daerah 3T dinilai sudah optimal dan sangat baik.

“Meski penyediaan akses internet memberikan manfaat untuk akses fasilitas layanan publik dan masyarakat, namun berdasarkan hasil observasi di lapangan ditemukan beberapa permasalahan,” kata anggota Ombudsman Jemsly Hutabarat secara virtual, Rabu (20/7).

Menurut Jemsly, pelaksanaan program penyediaan akses internet di daerah 3T, masih ditemukan kurangnya koordinasi dengan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo). Juga beberapa pengguna mengeluhkan lemahnya jaringan akses internet yang berdampak langsung pada layanan fasilitas publik seperti sekolah dan Puskesmas.

“Sebagian besar kecepatan internet di beberapa lokasi dipengaruhi faktor teknis dan non-teknis. Setiap lokasi tidak mempunyai kecepatan internet yang sama pada batas maksimal 10 Mbps. Kecepatan tertinggi 9,60 Mbps di kantor Kecamatan Loli Sumba Barat, NTT. Kecepatan terendah 106 Kbps di Puskesmas Waimital, Maluku,” ujar Jemsly.

Dari sisi potensi maladministrasi, kata Jemsly, Ombudsman menemukan 4 potensi yang meliputi penundaan berlarut yang berupa tidak adanya kepastian jangka waktu proses usulan akses internet, tidak ada kepastian jangka waktu bimbingan apabila usulan tidak lengkap, tidak ada kepastian jangka waktu tugas dan tanggung jawab person in charge (PIC) di lapangan.

Kedua, lanjut Jemsly, adanya penyimpangan prosedur mengenai skema pengajuan di luar aplikasi PASTI, ketidaksesuaian hasil verifikasi dengan implementasi di lapangan, dan belum adanya standar operating procedure (SOP) pengamanan aset barang milik negara di lapangan.

Ketiga, kata Jemsly, Ombudsman menemukan adanya penyalahgunaan wewenang dan tidak ada kepastian bentuk surat dukungan dari pejabat pemerintah yang menyangkut dengan kelengkapan pendaftaran organisasi pengusul akses internet.

Keempat, kata Jemsly, tidak kompeten dalam hal pencantuman contoh syarat pendaftaran yang tidak sesuai dengan SOP usulan akses internet. “PIC tidak kompeten dalam memahami tugas dan tanggung jawab di lapangan, kurangnya koordinasi dengan pemerintah daerah, dan kurangnya kecepatan jaringan internet,” kata Jemsly.

Atas dasar itu, kata Jemsly, pihaknya menyarankan beberapa perbaikan terhadap program penyediaan akses internet untuk daerah 3T. perbaikan itu antara lain merevisi keputusan Direktur Utama Bakti Nomor 71 tahun 2019 tentang Standar Operasional Prosedur PASTI. Lalu, mensosialisasikan dan migrasi data, mengganti contoh SK pengelola aplikasi permohonan akses telekomunikasi serta informasi menjadi contoh SK pendaftaran organisasi pada dashboard aplikasi PASTI.

“Merumuskan dan membuat standar operasional prosedur terkait standarisasi pengamanan, pemeliharaan, dan monitoring aset/infrastruktur yang dituangkan dalam keputusan direktur utama, mendesain model atau bentuk komunikasi dan koordinasi dengan Diskominfo di daerah, merencanakan penambahan kapasitas dan kecepatan akses internet,” katanya.

 

Leave a reply

Iconomics