Ekonom Bank Mandiri Proyeksikan Bank Indonesia Pangkas BI Rate dalam RDG Mei Ini

Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro/Foto: Tangkapan Layar Zoom
Iconomics - Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro memperkirakan Bank Indonesia bakal memangkas suku bunga acuan atau BI Rate sebanyak satu kali pada 2025 dari 5,75% ke level 5,50%.
Andry mengatakan prakiraan Bank Mandiri ini berbeda dengan konsensus pasar yang melihat BI Rate akan dipangkas hingga ke level 5,25% pada tahun ini.
“Kita melihat mungkin paling cepat, kalau memang Rupiahnya relatif stabil, ada ruang kemudian pemangkasan suku bunga acuan 25 basis pada RDG bulan ini. Jadi, 25 basis, dari 5,75% ke 5,50%,” ujar Andry dalam acara “Economic Outlook Q2 2025 dari Bank Mandiri & Mandiri Sekuritas”, Senin (19/5).
Bank Indonesia akan menggelar RDG bulanan pada Selasa-Rabu, 20-21 Mei 2025. BI Rate berada pada level 5,75% sejak RDG Januari 2025. Terakhir, Bank Indonesia memangkas suku acuan dalam RDG Desember 2024 sebesar 25 basis poin.
Andry mengatakan momentum penurunan BI Rate dalam RDG Mei ini cocok dilakukan BI untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada triwulan pertama 2025 lalu hanya tumbuh 4,87%.
Selain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, penurunan BI Rate juga didukung oleh tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang relatif tak setinggi pada kuartal pertama yang lalu.
Tingkat inflasi, tambah Andry, juga tetap rendah yaitu dalam kisaran yang diprakirakan BI yaitu 2,5±1%.
Selain berbagai faktor tersebut, tambah Andry, tingkat bunga acuan Bank Indonesia juga relatif kompetitif dibandingkan dengan negara-negara lain.
Bank Mandiri juga memperkirakan bank sentral Amerika Serikat, The Fed, akan memangkas Fed Fund Rate sebesar 50 basis poin pada tahun ini, dari 4,50% ke level 4,00%.
Andry memperkirakan penurunan FRR itu terjadai pada semester kedua 2025 ini, sejalan dengan pernyataan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat, Jerome Hayden Powell.
Andry mengatakan data-data terakhir ekonomi Amerika Serikat memang masih terdapat kekhawatiran inflasi akan meningkat karena banyak repricing yang terjadi pada industri manufaktur karena kenaikan harga bahan baku (in put cost) akibat kebijakan tarif pemerintah Amerika Serikat.
Namun, “ketika itu sudah di price in dan inflasi kemudian sudah relatif bisa di-handle, bayangan kami memang ada ruang untuk pemangkasan (FRR) sekitar 50 basis,” ujarnya.