Komisi I DPR Dukung Modernisasi Alutsista Asal Alasannya Rasional

0
309

Komisi I DPR pada prinsipnya mendukung modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang tentu saja harus dilandasi alasan-alasan rasional. Pasalnya, secara postur alustista Indonesia sudah tertinggal lantaran tidak ada modernisasi mulai dari 1998 hingg 2008 sehingga ada beberapa senjata yang sebenarnya sudah lewat masa pakainya.

Anggota Komisi I DPR Bobby A. Rizaldi mengatakan, dengan ketertinggalan tersebut, maka perlu ada pemenuhan modernisasi alutsista. Jika tidak, maka postur alutsista Indonesia masih akan sama dengan sebelum 1998.

“Karena itu, pada 2009 di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada lonjakan pembelian alutsista yang dinamai sebagai Kekuatan Pokok Minimum (MEF). Ini ada hitung-hitungannya semisal jumlah prajurit berdasarkan jumlah penduduk, lalu jumlah alutsista berdasarkan luasan wilayah da nada rasio-rasionya,” kata Bobby dalam sebuah diskusi virtual, Senin (7/6).

Karena itu, kata Bobby, percepatan-percepatan tersebut dituangkan dalam kebijakan fiskal dalam penganggaran. Bahwa penganggarannya disebut tidak membebani anggaran pendapatan belanja negara (APBN) karena postur pengalokasiannya tidak berubah dari 0,7% hingga 0,8%.

Baca Juga :   Dengan Pinjaman Rp 8,5 T, Pemerintah Harap Garuda Lebih Kompetitif Lagi

Dalam paparan Kementerian Pertahanan di Komisi I DPR, kata Bobby, meski belum lengkap tapi tidak ada penambahan persentasi alokasi anggaran hingga 2024 karena skemanya memang lewat pinjaman luar negeri. Skema tersebut sudah ditempuh sejak dulu karena Indonesia belum memiliki teknologi yang sama dengan negara-negara produses senjata dan karena alasan efisiensi.

“Jadi ketertinggalan-ketertinggalan tersebut diejawawantahkan dalam pengalokasian di postur anggaran. Setelah di postur anggaran banyak yang harus kita pastikan karena dari 2009 sampai sekarang itu dengan kebijakan ini, Kementerian Pertahanan paling tinggi anggarannya, kami di DPR memastikan bahwa pembelanjaan ini sesuai dengan prinsip-prinsip akuntabilitas,” kata Bobby.

Di samping itu, kata Bobby, juga perlunya pengawasan dari lembaga negara mulai dari perencanaan, penetapan sumber biaya, pre-audit dan mengawasi pelaksanaan audit. Komisi I hanya ingin memastikan berapa pun rencana pembiayaan pengadaan alutsista itu ada lembaga tau instrument negara yang mengawasinya.

Selanjutnya, kata Bobby, soal percepatan pengadaan alutsista yang tidak membebani APBN itu, Komisi I juga ingin tahu bagaimana dalam implementasinya. Sebab, dalam rencana anggaran untuk 2022 tidak ada kenaikan anggaran yang berarti untuk Kementerian Pertahanan yaitu sekitar Rp120 triliun hingga Rp130 triliun.

Baca Juga :   IKN Hadapi Risiko dan Krisis Pertahanan, Berikut Ini Kajian dari Lemhannas

“Kok bisa tidak membebani APBN? Kita hanya ingin jumlah rupiah dengan tingkat kesiapan berapa persen, tingkat persiapan berapa dan macam-macam. Soalnya modernisasi itu bukan hanya beli,” kata Bobby.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics