Dampak Covid-19, Bank Himbara Restrukturisasi Kredit Nasabah Senilai Rp 120,9 Triliun

0
682
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) telah merestrukturisasi kredit 832,9 ribu debitur dengan nilai Rp 120,9 triliun hingga 24 April 2020.  Restrukturisasi ini dilakukan sebagai kebijakan dalam menanggapi dampak pandemi Covid-19.

“(Jumlah) ini termasuk 801.685 debitur UMKM dengan nilai Rp 87,4 triliun,” tutur Ketua Umum Himbara sekaligus Direktur Utama Bank BRI Sunarso saat Rapat Dengar Pendapat secara virtual dengan Komisi VI DPR, Kamis (30/4).

Sunarso menambahkan, Himbara juga telah memberikan restrukturisasi kredit terhadap debitur non-UMKM sebanyak 30.367 nasabah dengan total nilai Rp 120,8 triliun. Pemberian restrukturisasi kredit difokuskan untuk UMKM sebagai upaya Bank Himbara menindaklanjuti Peraturan OJK Nomor 11 tahun 2020 tentang stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countercyclical dampak penyebaran Covid-19.

“Tindak lanjut dari POJK No. 11. Intinya dalam POJK itu dalam melakukan restrukturisasi atau relaksasi kredit, bank harus memiliki pedoman untuk menetapkan debitur yang terkena dampak Covid-19 termasuk debitur UMKM,” kata Sunarso.

Bank Himbara, kata Sunarso, dalam menjalankan aturan tersebut dengan memetakan nasabah terdampak, menetapkan kategori nasabah, dan menetapkan skema relaksasi yang dibutuhkan. Kemudian mengeksekusinya dengan melakukan restrukturisasi kredit kepada nasabah-nasabah yang terdampak sesuai kategori masing-masing.

Baca Juga :   PTPP Genggam Kontrak Baru Senilai Rp13,48 Triliun Hingga September 2021

Dalam bentuk implementasinya, kata Sunarso, Bank BRI sendiri telah menyiapkan 4 skema restrukturisasi kredit yang ditawarkan khusus bagi debitur UMKM berupa:

  1. Debitur mengalami penurunan omzet sampai dengan 30%, maka pola restrukturisasi yang akan diberikan penurunan suku bunga dan diberikan perpanjangan jangka waktu kredit.
  2. Debitur mengalami penurunan omzet diatas 30% sampai dengan 50%, maka pola restrukturisasinya berupa penundaan pembayaran bunga dan angsuran pokok selama 6 bulan.
  3. Debitur mengalami penurunan omzet diatas 50% sampai dengan 75% maka pola restrukturisasinya berupa penundaan pembayaran bunga selama 6 bulan dan penundaan angsuran pokok selama 12 bulan.
  4. Debitur mengalami penurunan omzet lebih dari 75% maka pola restrukturisasinya berupa penundaan pembayaran bunga dan angsuran pokok selama 12 bulan.

“Ini kami berikan skema restrukturisasi berdasarkan the worst case. Kami sudah melakukan penundaan hingga 12 bulan untuk pokok dan bunga,” tuturnya.

Dengan melakukan kebijakan penangguhan pembayaran bunga dan angsuran pokok kepada nasabah yang usahanya terdampak pandemi Covid-19, Sunarso mengatakan bahwa hal tersebut akan berdampak pada likuiditas perbankan serta menyebabkan penurunan laba akibat tidak menerima pembayaran bunga dari nasabah.

Baca Juga :   BI: Pemulihan Ekonomi Negara Bisa Dilakukan Melalui Repo SBN Perbankan

Karena itu, Sunarso berharap bahwa pemerintah dapat membantu perbankan dalam menjaga profitabilitas dengan memberikan subsidi terhadap nilai bunga nasabah yang telah diberikan penundaan.

“Kemudian khusus untuk bunga, karena bunga berhubungan dengan laba/rugi, maka kalau ingin mendapatkan profitabilitas yang mungkin tidak seperti normal namun tidak rugi maka atas bunga yang ditunda pembayarannya oleh nasabah diberikan subsidi melalui mekanisme belanja negara,” kata Sunarso.

 

 

 

 

 

 

 

Leave a reply

Iconomics