UU BUMN Perkuat Kewenangan Bank Himbara Melakukan Hapus Buku dan Hapus Tagih Piutang Macet

0
1814

Pengurus bank-bank milik negara atau Himbara kini boleh semakin bernafas lega. Ketentuan soal hapus buku dan hapus tagih sudah memiliki landasan hukum yang kuat melalui Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara [BUMN], setelah sebelumnya hanya berlandaskan pada Peraturan Pemerintah.

Seperti diwartakan sebelumnya, pada Selasa (4/2), Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-12 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025.

Dalam beleid baru ini, DPR dan pemerintah menyelipkan Bab III-B tentang penghapusbukuan dan penghapustagihan.

“BUMN mempunyai wewenang untuk melakukan hapus buku dan/atau hapus tagih,” tulis pasal 62D ayat (1).

Hapus buku dan/atau hapus tagih tersebut dapat dilakukan untuk aset BUMN.

“Aset yang dapat dihapusbukukan antara lain piutang macet yang walaupun telah dilakukan upaya restrukturisasi, tetap tidak tertagih dan tidak disebabkan oleh adanya kesalahan,” tulis pasal 62D ayat (4).

Namun, untuk aset yang sudah dihapusbukukan itu, “BUMN wajib terus melakukan upaya penagihan”, sebelum dilakukan hapus tagih.

Baca Juga :   Transisi Energi Listrik Berbasis Fosil ke EBT Jangan Justru Naikkan Tarif yang Bebani Rakyat

Ketentuan lebih lanjut mengenai hapus buku aset diatur dalam Peraturan Menteri BUMN.

Selanjutnya, setelah hapus buku, “BUMN dapat melakukan hapus tagih piutang yang telah dihapus buku dengan persetujuan Badan”.

Badan yang dimaksudkan adalah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara, lembaga yang melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengelolaan BUMN.

BUMN melaporkan pelaksanaan hapus buku dan hapus tagih kepada Menteri BUMN dan Danantara.

Laporan pelaksanaan itu disampaikan dalam laporan tahunan BUMN dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. 

Tata cara hapus buku atas aset BUMN dan hapus tagih, serta tata cara pelaporan ditetapkan dalam Peraturan Menteri BUMN.

Namun, tersirat bahwa hapus buku dan hapus tagih ini mesti mendapatkan persetujuan dari DPR dan Danantara. Hal ini seperti bunyi pasal 62H yang menyatakan,  “Badan sebelum memberikan persetujuan atas tindakan BUMN untuk melakukan penghapusbukuan dan penghapustagihan harus berkonsultasi dengan alat kelengkapan DPR RI yang membidangi BUMN.”

Sebelumnya, pada 5 November 2024, Presiden Prabowo Subinato menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet Kepada UMKM.

Baca Juga :   Selama Covid-19, Pendapatan KAI dari Angkut Penumpang Anjlok 93%

Dalam PP Nomor 47 tahun 2024 ini dijelaskan definisi penghapusbukuan dan penghapustagihan di bank dan lembaga keuangan non bank BUMN.

Penghapusbukuan adalah tindakan administratif oleh Bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank untuk menghapus piutang macet dari laporan posisi keuangan Bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank sebesar kewajiban debitur atau nasabah tanpa menghapus hak tagih Bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank kepada debitur atau nasabah.

 Penghapustagihan adalah tindakan penghapusan hak tagih oleh Bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank atas suatu tagihan kepada debitur atau nasabah setelah Penghapusbukuan dilakukan.

Sebelum adanya PP tersebut, bank BUMN di Indonesia waswas melakukan hapus buku dan hapus tagih karena khawatir adanya moral hazard yang menjerat mereka pada tindak pidana korupsi mengingat modal BUMN merupakan bagian dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Leave a reply

Iconomics