Gaya Hidup, Diet dan Asuransi

0
142

Gaya hidup tidak sehat menjadi penyumbang terbesar terhadap berkembangnya penyakit kritis dan kemudian disusul karena faktor genetik. Kedua hal tersebut harus diperhatikan.

Masyarakat harus mewaspadai gaya hidup tidak sehat seperti sedentary living alias lebih banyak menghabiskan waktu untuk beraktivitas dengan duduk sehingga kurang bergerak, makan tidak teratur dan tidak bergizi, serta jarang berolahraga. Faktor genetik bisa menjadi pencetus penyakit karena sifat dan komponen dalam gen tubuh dapat berubah dan menyebabkan kelainan gen yang bisa memicu suatu penyakit.

Medical Underwriter Sequis dr. Debora Aloina Ita Tarigan mengatakan ada proses underwriting dalam tahapan pengajuan asuransi. Kondisi kesehatan dan gaya hidup menjadi faktor penilai underwriting. Kondisi kesehatan meliputi usia, berat badan, kebiasaan merokok, riwayat penyakit dan faktor lainnya.

“Proses underwriting menjadi penentu apakah seorang bisa mendapatkan perlindungan asuransi dan besaran premi yang dikenakan selama menjadi nasabah. Proses ini wajib dilakukan untuk mengetahui besar risiko yang memungkinkan ditanggung oleh perusahaan asuransi. Ketentuan ini juga berlaku di Sequis sebagai salah satu perusahaan asuransi di Indonesia,” kata dr. Debora dalam keterangan resminya.

Baca Juga :   Manulife Luncurkan Asuransi Berbasis Syariah, Bukti Komitmen Majukan Industri Tersebut

Salah satu cara yang ditempuh untuk menjaga kesehatan tubuh adalah dengan menurunkan berat badan dengan harapan jika berat badan ideal dapat meminimalkan risiko terkena penyakit kritis. Menurunkan berat badan biasanya dengan melakukan diet.

Clinical Nutritionist, NalaGenetics dr. Putri Sakti Dwi P., Sp.GK, M. Gizi mengatakan bahwa diet dan nutrisi menjadi pilar utama untuk menjaga kesehatan. Diet biasanya dilakukan oleh mereka yang memiliki berat badan berlebih. Berat badan dapat berlebih bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti gaya hidup sedentari, kurang tidur, asupan melebihi kebutuhan kalori.

Menjalankan diet bukanlah hal yang mudah. Gagal diet dapat terjadi karena faktor kombinasi antara metabolisme yang lambat, gangguan penyerapan nutrisi yang memengaruhi metabolisme energi, dan karena pola diet yang belum tepat dan tidak dijalankan secara konsisten. Gagal diet bisa juga disebabkan karena potensi genetik.

Dr.Putri menyarankan agar diet dilakukan berdasarkan variasi genetik sehingga jumlah kalori, porsi, dan komposisi makanan serta jenis bahan yang digunakan bisa sesuai dengan kebutuhan tubuh. Hal ini karena variasi genetik setiap orang berbeda. Diet itu bersifat personal berdasarkan genetik.

Baca Juga :   Kebutuhan Dinamis, Nasabah Asuransi Perlu Mengevaluasi Polis yang Dimiliki

“Faktor genetik tidak dapat diubah, tetapi pasien yang mengikuti tes genetik lalu mengikuti rekomendasi pola nutrisi dan konsisten mengubah gaya hidup sesuai genetiknya akan terbantu mengurangi risiko gagal diet, membantu memenuhi kebutuhan nutrisi, dan menjaga berat badan tetap ideal sesuai genetik,” kata dr. Putri.

Dr.Putri menambahkan jika menjalankan diet yang berdasarkan variasi genetik sebagai  cara preventif meminimalisir dan mencegah risiko genetik yang berkaitan dengan infeksi, kanker, autoimun, penyakit degeneratif. Manfaat lainnya adalah membantu mereka yang sedang menjalani terapi kesehatan agar hasilnya optimal.

Menurut dr. Debora, diet baik dilakukan oleh mereka yang memiliki berat badan berlebih, lansia, usia paruh baya yang memiliki metabolisme tubuh yang melambat, dan mereka yang memiliki risiko penyakit kardiovaskular. Kelompok ini diharapkan memperhatikan kondisi kesehatan dengan menjaga nutrisi dan melakukan diet.

“Setiap orang memiliki riwayat kesehatan dan sistem metabolisme yang berbeda, kebutuhan nutrisi juga berbeda sehingga tidak bisa meniru pola diet orang lain. Diet pada pria dan perempuan juga berbeda karena ada perbedaan massa otot dan lemak. Sebaiknya sebelum melakukan diet, berkonsultasilah dengan dokter dan ahli nutrisi agar diet dapat dilakukan dengan optimal dan tidak memperberat kondisi sakit bagi pasien yang memiliki riwayat sakit,” kata dr. Debora.

Baca Juga :   Indonesia Re Siapkan Strategi Antisipasi Ancaman Resesi Global 2023, Apa Itu?

Ia menyarankan agar orang sehat pun sebaiknya melakukan tindakan preventif dengan cara menghindari makanan atau minuman dengan kadar gula dan kalori yang tinggi, hindari makanan olahan, cepat saji, makanan kaleng, dan frozen food. Lalu diikuti dengan cukup istirahat, manajemen stres, dan rutin berolahraga untuk membakar lemak dan membentuk massa otot sesuai kemampuan tubuh dan usia.

Leave a reply

Iconomics