Anggota Komisi VI Ini Sebut Kebijakan Minyak Goreng Satu Harga Gagal Total

Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam/Iconomics
Iconomics - Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam menilai masyarakat Indonesia belum merasakan secara keseluruhan kebijakan minyak goreng satu oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Berdasarkan temuan di lapangan, harga minyak goreng tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
Karena itu, kata Mufti, Mendag M. Lutfi perlu turun ke lapangan untuk mengecek harga minyak goreng tersebut. Dengan kata lain, politikus PDI Perjuangan itu menyebut kebijakan yang ditetapkan Lutfi bisa dibilang gagal total.
“Kenyataannya, jangankan kemarin, per tadi pagi sebelum rapat saya cek lagi, saya minta tenaga ahli saya di lapangan untuk mengecek, di pasar besar saja Pak Menteri (Lutfi) harga minyak goreng Rp 18 ribu, di pasar besar, di pusat grosir, di dapil (daerah pemilihan) saya,” kata Mufti di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (31/1).
Karena itu, kata Mufti, Mendag Lutfi perlu mengontrol dan membuat kebijakan terukur sehingga bila ada produsen yang tidak mematuhi aturan yang berlaku bisa ditindak. “Kami meminta Pak Menteri (Lutfi) dalam seminggu ke depan disampaikan ke Komisi VI, jumlah toko yang melanggar, jumlah produsen yang melanggar kebijakan ini, siapa saja dan apa langkah yang akan diambil Pak Menteri atas hal ini,” ujar Mufti.
Soal penerapan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO), kata Mufti, pihaknya pesimis program itu bisa berjalan. Pasalnya, dengan harga yang sudah disubsidi pemerintah, penerapannya tidak sampai merata di kalangan masyarakat.
“Sekarang dengan harga Rp 14 ribu/liter, jangankan Rp 14 ribu, produsen dengan menjual harga misalnya Rp 1.000 pun mereka akan tetap untung karena sisanya akan dibayar subsidi pemerintah tadi melalui Kementerian Perdagangan. Saya tidak bisa bayangkan ketika DMO dan DPO ini ditetapkan, bagaimana kontrol ini akan ditetapkan kepada mereka, kami ingin penjelasan terkait hal itu,” ujar Mufti.
Menanggapi hal tersebut, Lutfi mengatakan, masalah tingginya harga crude palm oil (CPO) lantaran adanya kebijakan yang dibuat Indonesia. Sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia, Indonesia menerapkan kebijakan B30.
“Jadi harganya loncat di dunia. Ini adalah kebijakan yang sangat menguntungkan orang Indonesia. Bukan saya tidak mau menentukan waktu daripada masalah harga minyak goreng, Tetapi harga di luar itu tinggi sekali,” kata Lutfi.
Menurut Lutfi, kebijakan itu dinilai baik untuk perekonomian Indonesia, lantaran harga CPO tembus hingga US$ 32,83 miliar pada 2021. Karena itu, Kemendag secara bertahap akan mengambil tindakan untuk menangani tingginya harga minyak goreng yang terjadi saat ini.
Setelah melihat kondisi yang terjadi di tingkat kalangan produsen, kata Lutfi, pihaknya mengambil langkah terakhir dengan mengerjakan seluruh proses dari tingkat hulu hingga hilir, agar para pelaku usaha mau mengikuti aturan yang sudah ditetapkan pemerintah. Kebutuhan dalam negeri disebut hanya 5,6 juta kiloliter atau 10% dari jumlah total CPO.
“Saya tidak akan kasih ekspor semua sampai obligasi domestiknya kejadian. Karena mereka tidak kerjakan, jadi saya kerjakan. Pokoknya tidak kasih yang DMO 20%, maka tidak dapat izin ekspor. Dan apa yang terjadi sama CPO jika tidak dikasih izin ekspor? Semakin lama tumbuh, asamnya semakin tinggi,” ujar Lutfi.
Kebijakan yang sudah diberlakukan pemerintah, kata Lutfi, terbebas dari pengaruh pihak-pihak luar. Pemerintah akan mengambil jalan tengah sehingga tidak ada pihak yang dirugikan baik dari sisi konsumen maupun sisi produsen.
“Saya jamin tidak ada pengusaha yang mengatur pemerintah tetapi kita mencoba untuk mengintervensi pasar sedemikian rupa supaya tidak mengacaukan harga,” kata Lutfi.