Anggota Komisi XI Minta Gubernur BI Awasi Aset Kripto
Anggota Komisi XI DPR RI Eriko Sotarduga meminta Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo untuk mengawasi aset kripto yang dikhawatirkan akan membawa dampak negatif apabila tidak segera ditindaklanjuti.
Merebaknya aset kripto di kalangan masyarakat yang menjadi pilihan untuk berinvestasi harus dibarengi dengan langkah-langkah regulasi yang jelas.
Menurut Eriko, jika hal ini tidak segera ditangani, maka kemungkinan dampaknya akan langsung dialami oleh masyarakat, karena sampai saat ini penggunaan aset kripto belum diatur secara jelas dalam perundang-undangan yang berlaku.
“Ini abu-abu betul ini Pak, jangan nanti meledak ini, karena setiap saya ketemu generasi Y dan Z ini nggak ada (yang) nggak bermain kripto. Karena berpikir yang begini dengan modal Rp20 juta, dia bisa dapat ratusan juta, logis saja, ekspektasi yang begitu tinggi. Nah bagaimana kalau tidak? Sama seperti pinjol ini, kita lihat kemarin bunuh diri gara-gara Rp57 juta,” kata Eriko dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Gubernur BI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/11/2021).
Lebih lanjut, Eriko berharap agar pihak-pihak yang memiliki kewenangan dapat mengambil langkah strategis sehingga aset kripto dapat dimanfaatkan bagi perkembangan perekonomian Indonesia di masa mendatang.
“Ini kuncinya di Bapak. Bapak bisa men-deliver ini dengan baik, maka ini akan luar biasa di era kepemimpinan Pak Perry Warjiyo, sesuai yang kemarin disampaikan di dalam pemaparan di depan Bapak Presiden itu,” jelasnya.
Gubernur BI Perry memastikan bahwa Bank Indonesia selaku pihak yang memiliki kewenangan tidak memperbolehkan penggunaan aset kripto sebagai alat pembayaran yang sah.
“Aset itu ada di dunia, karena ini perdagangannya dunia dan kita juga tidak tahu siapa yang pegang siapa, yang pegang supply tadi mainnya dari seluruh dunia. Supply-nya dari mana? Yang pegang supply seperti apa? Sehingga kita juga tidak bisa mengetahui valuasinya seperti apa,” ucapnya.
Namun di sisi lain, Perry mengakui bahwa kewenangan yang ada di BI, hanya sebatas mengawasi pergerakan aset kripto dan juga mengambil langkah untuk mempercepat penerbitan central bank digital currency (CBDC) atau Rupiah Digital.
“Kami sudah larang seluruh lembaga yang mendapatkan izin untuk tidak melayani, ini pengawasan kami sudah lakukan. Tentu saja kami tidak bisa bergerak yang di luar kewenangan yang ada. Tapi kami juga tidak tinggal diam, proses untuk mempercepat penerbitan Rupiah Digital, tahun depan kami bisa presentasikan konsep role design-nya,” tutur Perry.