Dinilai Tidak Konsisten, Kebijakan Pemerintah Naikkan Pertamax Tuai Kritik

0
188
Reporter: Rommy Yudhistira

Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengkritik kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi jenis Pertamax (RON 92) yang berlaku efektif pada Jumat (1/4) lalu. Soalnya, pemerintah harusnya mempertimbangkan lebih dulu daya beli masyarakat yang belum pulih karena pandemi Covid-19 sebelum menaikkan harga BBM itu.

“Di awal-awal pandemi saat harga migas dunia anjlok pada titik terendah, pemerintah tidak menurunkan harga Pertamax. Sekarang, saat harga migas naik, pemerintah segera mewacanakan untuk menaikan harga Pertamax. Masyarakat pada posisi yang tidak diuntungkan,” kata Mulyanto dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.

Karena itu, kata Mulyanti, pemerintah harus bersikap konsisten ketika memutuskan dan mengambil kebijakan menyangkut harga BBM dalam negeri. Apalagi masyarakat disebut tidak dapat membedakan BBM jenis umum, khusus penugasan dan bersubsidi karena semua harga diatur pemerintah.

“Pemerintah harus konsisten terkait kebijakan BBM jenis umum, yang harganya bergerak sesuai mekanisme pasar. Biar pasar yang menentukan harga itu melalui kompetisi yang adil antara (PT) Pertamina (Persero) dan swasta lainnya, sehingga terbentuk harga yang fair,” kata Mulyanto.

Baca Juga :   Ketua DPR: Sambutlah 2022 dengan Positif untuk Indonesia yang Lebih Maju

Dengan kenaikan harga Pertamax itu, kata Mulyanto, pengguna kendaraan akan beralik ke BBM bersubsidi karena faktor selisih harga. Karenanya, pemerintah perlu menyelesaikan dengan segera masalah yang ada di Pertamina antara lain soal dana kompensasi yang masih tertunda.

“Seharusnya pemerintah segera membayar dana kompensasi bagi Pertamina yang selama ini tertunggak sebesar Rp 100 triliun. Ini cara yang elegan untuk menyehatkan Pertamina,” katanya.

Sebelumnya, pemerintah resmi menaikkan harga BBM jenis Pertamax mulai 1 April 2022. Harga BBM dengan RON 92 itu naik dari sekitar Rp 9.000-Rp 9.400 per liter jadi Rp 12.500-13.000 per liter di 34 provinsi di Indonesia.

Sementara itu, untuk BBM subsidi seperti Pertalite tidak mengalami perubahan harga atau ditetapkan stabil di harga Rp 7.650 per liter. Adapun porsi konsumsi BBM subsidi mencapai 83%, sedangkan porsi konsumsi Pertamax hanya 14%.

Leave a reply

Iconomics