Komisi II DPR akan Fokuskan Pembenahan Tata Kelola Pertanahan

Anggota Komisi II Rifqinizamy Karsayuda/Dokumentasi DPR
Komisi II DPR terus menyoroti masalah bobroknya tata kelola pertanahan di Tanah Air. Komisi II DPR akan memfokuskan pembenahan tata kelola pertanahan yang selama ini tidak sesuai pada mestinya.
“Tahun 2025 ini, kami akan membenahi tata hukum pertanahan dan tata ruang di Indonesia. Seperti yang saya sampaikan bahwa penyerobotan dan penggunaan tanah tanpa hak di Indonesia ini sudah melewati batas,” kata Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Rifqinizamy Karsayuda kepada wartawan di DPR, Senin (03/02/2025).
Pasalnya, menurut dia, selama ini masyarakat dan negara sangat dirugikan atas penyerobotan tanah maupun lahan oleh pihak tertentu. Seperti kasus penyerobotan lahan sawit yang belakangan ini terus terjadi.
“Ada lebih 3 juta hektare kebun sawit di negara ini, yang ditanam dan dinikmati, menghasilkan secara ekonomi, tapi tak memiliki Hak Guna Usaha (HGU),” kata dia.
Karena itu dia mengaku telah meminta kepada Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid segera bertindak untuk menganani permasalahan ini. Mengingat itu bagian komitmennya dalam program kerja 100 hari.
Dari hasil rapat yang telah digelar, Komisi II dan Kementerian ATR/BPN) telah sepakat menegakkan hukum pertanahan dan tata ruang. Dia pun mengatakan bahwa upaya itu untuk meningkatkan pendapatan negara.
“Mas Menteri (Nusron Wahid) telah memaparkan ada lebih kurang 2,5 juta hektare lahan sawit yang sudah memiliki izin usaha perkebunan. Sebagian di antaranya belum memiliki hak guna usaha,” kata Rifqinizamy.
Terlebih, kata dia, saat ini terdapat beberapa perusahaan kelapa sawit yang telah memiliki Izin Usaha Perkebunan tetapi belum memiliki hak guna usaha (HGU). Padahal setiap perusahaan itu wajib memiliki IUP dan HGU agar dapat membayar kewajiban pajak kepada negara.
Oleh karena itu, Politikus Partai Nasdem ini meminta perusahaan yang belum memiliki IUP atau HGU agar segera mendaftar di ATR/BPN. Perusahaan yang telah mendaftarkan diri akan segera diterbitkan paling lama pada 3 Desember 2025.
Pada 2024 lalu, Wakil Menteri ATR/BPN, Ossy Dermawan menyatakan sebanyak 190 perusahaan telah memiliki HGU. Setidaknya, dari 537 perusahaan kelapa sawit terindikasi memiliki IUP tapi tidak memiliki HGU.
“Sampai dengan 2024 ini terindikasi 537, dari 537 itu 190 sudah memiliki HGU. Sedangkan sisanya ada yang sedang proses pengajuan HGU dan ada yang memang sama sekali belum,” ujar Ossy di kantor Ombudsman, Jakarta Senin (18/11/2024).
Berdasarkan perjalanan undang-undang dari tahun 2016 sampai 2017 telah terjadi pengajuan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyangkut tentang aturan IUP dan HGU.
“Sebenarnya kalau ditarik kembali, dulu undang-undangnya adalah memang memiliki IUP dan atau HGU. Ternyata dalam perjalanan yang di tahun 2016 atau 2017 diajukan judicial review ke MK,” ucap dia.