Komisi VI DPR Dukung Penyelesaian Pemasok PT Barata Indonesia Sesuai Putusan PKPU

Wakil Ketua Komisi VI DPR Mohamad Hekal/Iconomics
Iconomics - Komisi VI DPR mendukung langkah penyelesaian pemasok PT Barata Indonesia (Persero) yang dibiayai PT Bank Syariah Indonesia Tbk sesuai keputusan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Juga mendukung proses diskusi bussiness to bussiness yang berkelanjutan antara PT Jamkrindo Syariah dan Bank Syariah Indonesia sebagai bagian dari perbaikan ekosistem pembiayaan pemasok di lingkungan BUMN.
“Sesuai dengan koridor yang telah diputuskan dalam PKPU yaitu melalui novasi pembiayaan supplier kepada PT Barata Indonesia (Persero),” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR Mohamad Hekal di Kompleks Parlemen, Selasa (14/12).
Hekal mengatakan, pihaknya meminta Kementerian BUMN mengawal penyelesaian proses novasi supply chain financing (SCF) supplier Barata sesuai jadwal sebagaimana yang disampaikan di rapat kerja dengan Komisi VI hari ini. Langkah Kementerian BUMN dinilai patut diapresiasi dalam proses restruktursasi Barata Indonesia melalui jalur PKPU yang bertujuan melindungi perusahaan agar dapat kembali mengembangkan bisnisnya.
Selain itu, kata Hekal, Kementerian BUMN juga agar senantiasa memperhatikan kondisi pemasok atau vendor BUMN karena umumnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dan UMKM ini dinilai berperan besar untuk membuka lapangan kerja di Indonesia.
“Diharapkan proses PKPU PT Barata Indonesia tidak menyebabkan penurunan kualitas kredit supplier kepada perbankan,” kata Hekal.
Untuk diketahui, Barata Indonesia memiliki utang rekening dana investasi (RDI) dan subsidiary loan agreement (SLA) terhadap Kementerian Keuangan senilai Rp 442 miliar. Utang tersebut rencananya akan dilunasi melalui mekanisme 1% arus kas operasional sebelum cash flow available for debt service (CFADS).
Barata Indonesia juga memiliki utang dengan perusahaan pengelola aset atau PPA senilai Rp 295 miliar yang digunakan untuk modal kerja baru dalam rangka penyelamatan. Perseroan juga terlibat utang dengan para kreditur financial sebesar Rp 1,23 triliun, utang terhadap kreditur dagang aktif sebesar Rp 1,3 triliun, dan utang kepada kreditur lainnya sejumlah Rp 199 miliar.