Sejumlah Anggota Komisi VI Belum Tahu Audit BPK soal PGN, KPK Bilang Sudah 2 Tersangka
Sejumlah anggota Komisi VI DPR mengaku belum mendapatkan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dengan PT Perusahan Gas Negara (PGN) Tbk. Padahal, temuan BPK atas PGN yang diduga merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah itu sudah naik ke tingkat penyidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Setahu saya belum dapat (audit BPK),” kata anggota Komisi VI dari Fraksi PKS Amin Ak saat ditemui wartawan The Iconomics di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada 27 Mei lalu.
Begitu pula dengan Luluk Nur Hamidah dari Fraksi PKB yang merupakan rekan Amin di Komisi VI. Luluk mengaku belum mengetahui hasil audit investigasi BPK soal PGN itu.
“Sepengetahuan saya sih belum,” timpal Luluk.
Seperti Amin, Luluk pun mengaku tidak mengetahui dan mengikuti kasus PGN yang sedang disidik KPK. “Tapi saya tidak begitu mengikuti karena ada penugasan Badan Legislasi (Baleg DPR) ke luar negeri. Lanjut tugas pengawasan haji,” tambah Luluk.
Dugaan korupsi di PGN yang sedang disidik KPK itu disebut sudah ada tersangkanya dan berkaitan dengan pasal-pasal kerugian keuangan negara. Kasus itu terkait dengan jual-beli gas antara PGN dengan PT IG.
“Angkanya tentu nanti akan dihitung lebih konkretnya dalam proses penyidikan. Tapi memang ratusan miliar rupiah,” kata Ali di Gedung KPK, Jakarta pada 22 Mei lalu.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkap penyidikan dugaan korupsi di PGN berawal dari laporan audit investigasi BPK. Berdasarkan hasil audit itu, KPK memulai proses hukum dari penelitian, penyelidikan hingga akhirnya ditemukan unsur tindak pidana korupsi dalam kasus itu, sehingga statusnya kini menjadi penyidikan.
Informasi yang dikumpulkan The Iconomics menyebutkan kasus dugaan korupsi di PGN itu diduga melibatkan manajemen lama. Adapun beberapa upaya yang sudah dilakukan dalam kasus itu berupa pengembalian kerugian dan penegakan hukum. Pun hasil audit BPK itu disebut sudah lama diberikan kepada KPK.
Terbaru KPK mengumumkan ada 2 tersangka dalam dugaan korupsi PGN. Bahkan kedua orang itu sudah dicegah untuk bepergian ke luar negeri dan berasal dari penyelenggara negara serta pihak swasta. Walau begitu, KPK belum mau mengumumkan identitas kedua tersangka itu.
Sementara itu, Majalah Tempo pada Agustus 2023 pernah menurunkan laporan berjudul Dugaan Korupsi Uang Panjar PGN kepada Isar Gas yang memberitakan transaksi jual-beli gas PGN dengan beberapa perusahaan diduga berujung kerugian. Hasil ini berdasarkan laporan audit BPK tentang pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi PGN 2017-2022 yang terbit pada April 2023.
Masih sesuai pemberitaan Majalah Tempo, karena laporan BPK tersebut, KPK lantas meminta keterangan beberapa pihak termasuk Jobi Triananda Hasjim yang menjabat Direktur Utama PGN pada 2017; lalu Dilo Seno Widagdo (Direktur Infrastruktur dan Teknologi); Nusantara Suyono (Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko); Danny Praditya (Direktur Sales dan Operasi); serta Desima Siahaan (Direktur Sumber Daya Manusia dan Penunjang Bisnis).
Wartawan The Iconomics berupaya memverifikasi dugaan keterlibatan beberapa direksi lama PGN seperti Dilo Seno Widagdo mantan Direktur Infrastruktur dan Teknologi yang kini menjabat sebagai Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha Mind Id, BUMN holding industri pertambangan Indonesia. Namun, Dilo sama sekali tidak menjawab apapun ketika dihubungi lewat aplikasi perpesanan Whatsapp sejak 25 Mei lalu.
Audit BPK
Merujuk hasil audit BPK, jual-beli gas antara PGN dengan PT Inti Alasindo Energi (IAE) yang membawahi Isar Gas (IG) dengan uang muka US$ 15 juta tidak didukung mitigasi risiko memadai. Pertama, pemberian uang muka perikatan jual-beli gas tidak mengacu kepada kajian tim internal atas mitigasi risiko dan cost benefit analysis.
Kedua, tidak didukung dengan jaminan yang memadai, yaitu dokumen parent company guarantee tidak dieksekusi PT PGN dan nilai jaminan fidusia berupa jaringan pipa PT Banten Inti Gasindo (BIG) yang terafiliasi dengan Isar Gas senilai Rp 16,79 miliar jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai uang muka yang diberikan. Ketiga, tidak memperhatikan kebijakan pemerintah atas larangan transaksi gas secara bertingkat, karena pembelian gas kepada PT IAE yang bukan produsen gas. Terakhir tidak melalui analisis keuangan dan due dilligence yang memadai, yang ditunjukkan dengan nilai current liability PT IAE lebih besar dibandingkan current asset-nya. Akibatnya, sisa uang muka sebesar US$ 14,19 juta berpotensi tidak tertagih yang dapat membebani keuangan perusahaan.
Sementara itu, temuan BPK lainnya berkaitan dengan kerugian fasilitas penyimpanan dan regasifikasi terapung (FSRU) Lampung dan akusisi 3 lapangan kerja minyak dan gas yang terlalu mahal. Selanjutnya mangkraknya terminal gas cair (LNG) Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur.
Untuk proyek FSRU Lampung, Kejaksaan Agung (Kejagung) pernah mengusutnya periode 2016-2017 yang diduga merugikan negara senilai Rp 3,24 triliun. Pada waktu itu, penyidik pada Kejagung sempat memanggil sejumlah petinggi PGN termasuk Hendi Prio Santoso sebagai Dirut Utama ketika itu. Lalu, ada Wahid Sutopo sebagai Direktur Perencanaan dan Manajemen Risiko, Direktur Pengusahaan Jobi Triananda dan Direktur Keuangan M. Riza Pahlevi.
Kejagung ketika itu pun menerbitkan surat cegah kepada Hendi Prio Santoso. Namun, pada April 2016 surat cegah terhadap Hendi dicabut dan menyusul surat perintah penghentian penyidikan nomor print-31/F.2/04/2017 tertanggal 26 April 2017.
Ketika ditanyakan dugaan keterlibatan Hendi yang kini menjabat Direktur Utama Mind Id, holding BUMN industri pertambangan dalam kasus itu? “Masih proses penyidikan, kalau sudah cukup bukti, baru kita umumkan,” kata Alexander ketika dihubungi pada 18 Mei lalu.
Hal yang sama ditanyakan kepada Komisaris Utama dan Komisaris Independen PGN Amien Sunaryadi lewat aplikasi perpesanan Whatsapp, yang bersangkutan tidak menjawab. Begitu pula dengan dengan Hendi Prio Santoso yang dihubungi lewat pesan Whatsapp sejak 17 hingga 22 Mei 2024, juga tidak menjawab sama sekali.
Sedangkan, Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama justru mengatakan hal itu sudah basi. Namun, Rachmat sama sekali menjelaskan apa yang sudah basi dari penyidikan KPK terhadap PGN itu.
“Sudah basi Mas,” kata Rachmat saat dihubungi lewat pesan aplikasi perpesanan Whatsapp.
Lantas, siapa saja pejabat perusahaan milik negara itu yang sudah diperiksa KPK dalam perkara tersebut? “Tidak tahu,” kata Rachmat.