Kontroversi RUU Larangan Minol di Baleg DPR Masih soal Judul

Anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR Ary Egahni Ben Bahat/Iconomics
Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol dinilai kurang tepat bila mengatur hulu dan hilir minuman beralkohol. Juga tidak relevan dengan ragam budaya dan suku yang ada di Indonesia.
Karena itu, kata anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR Ary Egahni Ben Bahat, namanya perlu diubah menjadi RUU Minuman Beralkohol. Dengan perubahan nama tersebut dinilai lebih tepat dan setiap produk RUU yang dieksekusi menjadi undang-undang tidak bisa lepas dari ideologi Pancasila.
“Dari Sabang sampai Merauke terdiri atas beragam suku, budaya, beragam agama, dan kepercayaan,” kata Ary di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/6).
Ary menuturkan, dari aspek kebudayaan khususnya kearifan lokal yang ada saat ini masih memiliki keterikatan mengkonsumsi minuman beralkohol yang sudah ada sejak dahulu. Keberadaan kearifan budaya lokal tersebut perlu dipertimbangkan untuk menentukan judul yang tepat sehingga larangan tersebut tidak menggeneralisasi semua minuman beralkohol.
“Saya berharap di undang-undang ini benar-benar juga memperhatikan secara khusus mengenal khazanah budaya yang tiap-tiap daerah. Kita ada secara berjenjang pemerintah provinsi, kabupaten/kota yang nanti mungkin dalam mengimplementasikan RUU ini benar-benar bisa diterima seluruh lapisan masyarakat,” kata Ary.
Sementara itu, rekan Ary di Baleg, Zainuddin Maliki juga mendorong untuk mengubah judul RUU tersebut. Judul dalam RUU itu seharusnya bersifat inklusif dan bila memungkinkan diubah, maka sebaiknya menggunakan kata pengendalian minuman beralkohol.
“Jadi di situ nanti kita akan berbicara tentang kemungkinan mengizinkan, dan kemungkinan menentukan larangan-larangannya. Dengan catatan tentu saja pasal-pasal yang kita rumuskan nanti itu diharapkan benar-benar menggunakan norma-norma yang memenuhi asas lex stricta, jadi rumusan-rumusannya jelas,” ujar Zainuddin.
Menanggapi beberapa pendapat tersebut, Wakil Ketua Baleg Ahmad Baidowi mengatakan, praktik politik hukum di Indonesia sifatnya dinamis dan dapat berkembang. Karena itu, dalam prosesnya kelak, maka sangat memungkinkan judul RUU Larangan Minuman Beralkohol bisa berubah.
Namun, merujuk kepada program legislasi nasional, judul RUU tersebut, kata Awi, masih mengikuti yang lampau sehingga usulan perubahan nama akan dicatat dan menjadi bahan pertimbangan untuk Menyusun draf RUU itu. “Saya kira itu ya. Karena sifatnya hari ini masih dalam rangka penyusunan, istilahnya mendengarkan tanggapan. Nanti kita akan bertemu lagi di pertemuan berikutnya yang akan dijadwalkan oleh sekretariat,” tutur Awi.