OJK: Pendekatan Restorative Justice Perlu Diterapkan dalam Menangani Investasi Bodong

0
647

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pendekatan restorative justice perlu diterapkan dalam menangani kasus-kasus investasi bodong yang masih marak di Indonesia. Dengan pendekatan ini, tidak hanya modus investasi bodongnya yang berhenti dan pelakunya dihukum, tetapi kerugian yang alami korban pun dikembalikan.

Luthfi Zain Fuady, Kepala Departemen  Pengawasan Pasar Modal IA OJK mengatakan adanya ruang-ruang kosong dalam regulasi investasi  dan juga kewenangan antar lembaga sering dimanfaatkan oleh para pelaku investasi bodong yang dengan cerdas dan berani menciptakan produk-produk investasi yang sedemikian rupa didesain sehingga memiliki karakter ‘nowhere’ dalam peta hukum positif inevstasi.

Para pelaku investasi bodong ini tidak hanya sosok yang jahat tetapi sekaligus adalah sosok yang paham regulasi dan paham bagaimana cara memanfaatkan celah regulasi tersebut.

Selain itu, tambahnya, dunia yang semakin terbuka dan saling berkait, didukung konektifitas internet juga sering kali digunakan untuk mengacaukan pengalaman tentang locus dan tempus delicti. Parahnya, dalam kondisi seperti ini lembaga yang terkait sibuk berdebat sendiri tentang kewenangan penanganan masalah ini karena terancukan oleh skenario locus dan tempus delicti yang nampaknya memang sengaja diciptakan. Sementara di sisi lain, produk investasi aneh terus bermunculan dan korban terus berjatuhan.

Baca Juga :   Penyaluran Kredit Agustus 2023 Tumbuh 9,06%, OJK Optimistis Hingga Akhir Tahun Tumbuh Dobel Digit

Dalam 10 tahun terakhir (2009-2019) berdasarkan data Satgas Waspada Investasi kerugian akibat investasi bodong mencapai Rp92 triliun.

Luthfi mengatakan berbagai upaya harus terus dilakukan baik berupa perbaikan regulasi, penguatan kewenangan, dan upaya-upaya koordinasi lintas kementerian/lembaga dan tentu saja kegiatan edukasi dan literasi yang terus menerus dilakukan.

“Tugas substansial lain selain combating illegal investment adalah bagaimana upaya kita agar tidak hanya modusnya yang berhenti, agar tidak hanya pelakunya yang tertangkap dan dipenjarakan, tetapi bagaimana kerugiaan para korban itu dapat recover,” ujarnya saat memberi sambutan dalam seminar Waspada Investasi dalam ajang Capital Market Summit & Expo 2020, Kamis (22/10).

Luthfi mengatakan pendekatan restorative justice perlu  kaji lebih dalam dan diterapkan dalam penanganan investasi bodong ini. “Karena akan menjadi kurang bermakna jika pelaku kejahatannya dihukum, produknya berhenti, hukumannya penjara seberat-beratnya,  tetapi tidak terjadi pemulihan kerugian para korban. Rasanya kurang sempurna upaya penegakan hukum kita itu,” tandasnya.

Luthfi mengambil contoh kasus First Travel yang modus dan skemanya memang sudah berhenti dan pelakunya pun sudah dipenjara. Tetapi tidak terjadi pemulihan kerugian dari para jemaah  atau pun para nasabah Frist Travel.

Baca Juga :   Sinergi dan Kolaborasi Membangun Ekonomi Syariah

Ke depannya, tambahnya, penegakan hukum dalam menangani investasi bodong perlu diperbaiki, tidak hanya berdampak kepada pelaku yang melakukan pelanggaran tetapi juga berdampak positif bagi para korban.

Selain untuk investasi bodong, pendekatan yang sama juga diterapkan pada investasi yang secara entitas bisnis legal atau berizin. Karena faktanya, menurut Luthfi kerugian yang diderita masyaraka tidak hanya timbul dari investasi bodong, dalam arti investasi yang ilegal, tidak berizin, tetapi bahkan juga dapat terjadi pada bentuk investasi yang secara entititas adalah legal. “Namun karena buruknya kualitas governance dan juga moral hazard dari pengelolanya maka timbulah kerugian dari para investor,” ujarnya.

 

Leave a reply

Iconomics