Pemerintah Lakukan Segmentasi untuk Kebijakan Penjaminan Kredit

0
664
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Pemerintah disebut melakukan segmentasi terhadap penerapan kebijakan penjaminan kredit modal kerja untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta korporasi padat karya. Skema yang digunakan sama dengan korporasi yakni melalui penjaminan.

“Bedanya kalau korporasi ini sifatnya harus case by case. Kalau UMKM mungkin sifatnya masif,  banyak, tapi cenderung homogen. Tapi korporasi, di skala sebesar ini harus ada perbedaan perlakuan,” kata Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman saat menghadiri acara diskusi secara daring, Kamis (6/8).

Seperti diketahui, pada awal Juli 2020, pemerintah meluncurkan program penjaminan kredit modal usaha untuk UMKM dengan plafon pinjaman sampai dengan Rp 10 miliar. Di program ini, pemerintah menugaskan PT Jamkrindo dan PT Askrindo sebagai pihak penjamin, sementara pemerintah akan menanggung penuh atas biaya imbal jasa penjaminan (IJP). Adapun untuk penjaminannya, pemerintah akan menanggung 80% dan bank menanggung sisa 20%.

“Tapi kan risikonya besar. Kita tidak tahu perkembangan Covid-19 bagaimana. Makanya kita tidak hanya bicara penjamin di level pertama, namun juga punya loss limit. Itu penjaminan di level berikutnya di mana pemerintah ada sebagai tingkat penyangga backstop,” kata Luky.

Baca Juga :   Di Masa Pandemi, Humas dan Jurnalis Dinilai Penting Bekerja Sama dengan Baik

Sementara untuk korporasi padat karya, pemerintah meluncurkan program penjaminan kredit modal kerja terhadap pinjaman di atas Rp 10 miliar hingga Rp 1 triliun. Dalam hal ini, pemerintah telah menunjuk PT LPEI sebagai perusahaan penjamin level pertama dan PT PII sebagai penjamin level berikutnya.

Untuk sektor korporasi, kata Luky, terdapat berbagai kriteria yang ditetapkan pemerintah untuk memperoleh penjaminan. Beberapa kriteria itu merupakan perusahaan yang terdampak oleh Covid-19, merupakan jenis usaha yang menyerap tenaga kerja dengan jumlah besar (padat karya), memiliki efek lipat ganda tinggi sehingga memiliki dampak lebih luas terhadap perekonomian, serta berpotensi dapat menggerakkan ekonomi di masa depan.

Meski pemerintah menanggung IJP, tetapi hanya akan menjamin sebesar 60% terhadap risiko kredit untuk sektor korporasi sementara sisanya 40% ditanggung oleh bank. Pemerintah, kata Luky, sudah mengidentifikasi sektor-sektor prioritas di mana pemerintah akan menanggung 80% terhadap risiko kredit dan bank hanya 20%.

Sektor prioritas tersebut yakni sektor pariwisata, industri manufaktur, industri tekstil, industri pakaian jadi, industri otomotif, elektronik, produk kayu, furnitur, dan alas kaki. “Jadi kita sudah melihat kejadiannya. Kita kupas masing-masing industri tersebut berdasarkan kriteria tadi bahwa labour intensive, efek (multiplier) paling besar, itu kita pakai sebagai sektor prioritas. Harapannya, dampak multiplier akan menjadi lebih signifikan lebih besar lagi pada perekonomian,” katanya.

Baca Juga :   Peneliti Indef: BI dan Pemerintah Harus Hati-Hati Terapkan QE

 

 

Leave a reply

Iconomics