Pledoi Benny Tjokro: Soal WanaArtha, JPU Memanipulasi Fakta dan Berbohong!

1
228

Terdakwa kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Benny Tjokrosaputro memastikan tidak pernah meminjam nama (nominee) WanaArtha Life. Benny Tjokro bahkan memastikan dirinya bukanlah pemilik dari WanaArtha.

“Hanya karena WanaArtha punya portofolio saham grup PT Hanson International Tbk (MYRX) lalu dianggap nominee adalah salah besar. Tuduhan ini telah merusak dan menghancurkan sistem kepercayaan,” kata Benny Tjokro dalam surat pembelaannya yang diterima The Iconomics, Jumat (23/10).

WanaArtha Life masuk dalam pusaran kasus korupsi Jiwasraya lantaran dinilai terlibat dengan Benny Tjokro. Padahal, Benny Tjokro tidak pernah tahu bahwa WanaArtha bertransaksi saham MYRX dengan Jiwasraya.

Dalam keterangan berita acara pemeriksaan (BAP) yang dimiliki The Iconomics, disebutkan Benny Tjokro pernah menjual saham ke WanaArtha, Asabri, Tabung Haji Malaysia, fund manager dan lain sebagainya. Selain MYRX, WanaArtha juga membeli saham PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO).

Berdasarkan data yang dimiliki Kejaksaan Agung, penyidik menunjukkan kepada Benny Tjokro data transaksi efek untuk saham MYRX. Dari data transaksi itu, WanaArtha tercatat 2 kali melakukan transaksi penjualan saham MYRX kepada Jiwasraya sebagai pembeli. Transaksi itu dilakukan pada 15 Desember 2016 dan 26 April 2017. Tiap-tiap transaksi sekitar Rp 175 juta dan Rp 69 juta.

Baca Juga :   Manfaatkan Teknologi Informasi, Resi Gudang Diprediksi Tumbuh

“Terbukti pemegang saham publiknya ada lebih dari 8.000 individu. Ya kalau pun ada WanaArtha Life, apa ada larangan perusahaan asuransi beli saham?” kata Benny Tjokro yang diwakili kuasa hukumnya Muchtar Arifin pada Juli lalu.

Karena transaksi itulah, rekening efek WanaArtha disita Kejaksaan Agung. Berawal dari ketika nasabah tidak bisa mencairkan polisnya yang telah jatuh tempo sekitar 12 Februari 2020. Manajemen WanaArtha juga mengaku terkejut atas hal itu.

Lewat sebuah surat yang ditandatangani Presiden Direktur Wanaartha Life, Yanes Y. Matulatuwa, disebutkan pada 21 Januari lalu, manajemen mendapatkan informasi secara informal yang menyatakan bahwa ada perintah pemblokiran atas rekening efek milik perusahaan dari pihak yang berwenang.

“Pihak manajemen perusahaan sangat terkejut dengan berita tersebut, karena manajemen perusahaan tidak pernah mendapatkan informasi resmi baik lisan dan/atau tertulis dari pihak-pihak yang berwenang atas kejadian pemblokiran rekening efek tersebut,” tulis Yanes dalam surat itu.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut dan selama persidangan, menurut Benny Tjokro, tidak ada satu saksi dan bukti yang bisa menghubungkan dirinya degan WanaArtha. Tetapi, dalam surat tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) justru menyebut Benny Tjokro terkait dengan WanaArtha.

Baca Juga :   UMKM Disebut Kunci Pemulihan Ekonomi Nasional

“Ini menunjukkan bahwa JPU memanipulasi fakta dengan serangkaian kebohongan dan itikad buruk yang mengatasnamakan hukum untuk mengkriminalisasikan diri saya,” tulis Benny Tjokro.

Konspirasi
Setelah merenungkan semua itu, Benny Tjokro menilai, awal perkara ini muncul bermula dari laporan audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Di mana salah satu auditornya diperintahkan untuk menghubungkan dirinya dengan salah satu terdakwa lainnya dalam kasus tersebut tanpa pembuktian.

Auditor BPK tersebut melaporkan bahwa hubungan MYRX dengan Jiwasraya hanya berkaitan dengan transaksi repurchase agreement (REPO) yang sesungguhnya transaksinya sudah dibayar lunas oleh Benny Tjokro. Akan tetapi, auditor BPK tersebut diduga diarahkan berkali-kali oleh pimpinannya bahwa saham-saham yang dituduhkan dikendalikan oleh Benny Tjokro. Dan tuduhan itu diminta tak perlu dibuktikan.

Karena itu, kata Benny Tjokro, dalam kasus ini baik dakwaan maupun tuntutan yang dibacakan JPU merupakan konspirasi  untuk menjeratnya sebagai pelaku tindak pidana korupsi yang terjadi di Jiwasraya. “Dengan kata lain, saya adalah korban konspirasi dari pihak-pihak tertentu yang justru bertanggung jawab atas kerugian negara ini,” kata Benny Tjokro.

Baca Juga :   PP Presisi Peroleh Kontrak Baru dari Kota Mojokerto

Sebelumnya, JPU menuntut Benny Tjokro penjara seumur hidup karena dinilai terbukti melakukan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi di Jiwasraya yang merugikan keuangan negara senilai Rp 16,807 triliun. Benny Tjokro juga dinilai melakukan tindak pidana pencucian uang.

 

1 comment

  1. Indra setiawan 25 October, 2020 at 17:00 Reply

    Agar penegakkan Supremasi Hukum dalam kasus JS ini tidak melanggar hak asasi manusia (HAM), apa yang menjadi keluhan terdakwa tidak bisa diabaikan begitu saja tetapi harus ditanggapi dengan pembuktian atas apa yang dikeluhkannya….⁣***”Adil ialah menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar, mengembalikan hak yang empunya dan jangan berlaku zalim di atasnya. Berani menegakkan keadilan, walau mengenai diri sendiri, adalah puncak segala keberanian.” ***- Buya Hamka

Leave a reply

Iconomics