Sepakat dengan DPR, Pemerintah Lanjutkan Kebijakan Fiskal Countercyclical di 2021

0
114
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Pemerintah menyebut akan melanjutkan kebijakan fiskal countercyclical untuk 2021. Itu dilakukan demi mengejar pertumbuhan kembali ekonomi Indonesia sebesar 5% sebagaimana yang ditargtkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2021.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, pemerintah dan DPR sepakat belanja dari pemerintah masih dibutuhkan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi pada tahun depan. Itu sebabnya, defisit APBN disepakati diperlebar menjadi 5,7% terhadap PDB dibandingkan posisi awal RAPBN di 5,5%.

“Kemarin pembahasan sangat menarik antara pemerintah dengan DPR adalah ketika defisit RAPBN-nya 5,5%. Tapi dengan kolaborasi dan melihat masalah yang sama, antara pemerintah dan DPR kita sepakat untuk perlebar sedikit ke 5,7% dari PDB,” kata Febio saat telekonferensi per secara virtual, Jumat (2/10).

Atas dasar kesepakatan itu, kata Febrio, APBN pada 2021 justru meningkat menjadi Rp 2.750 triliun dibandingkan 2020 yang sebesar Rp 2.739 triliun. Salah satu sektor belanja pemerintah yang dinaikkan adalah transfer ke daerah (TKD) menjadi Rp 795,5 triliun. Angka ini naik dibanding 2020 sebesar Rp 763,9 triliun.

Baca Juga :   Pengamat: Perombakan Kabinet Indonesia Maju Akan Segera Terjadi

“Harapannya posisi pemerintah sebagai motor (perekonomian), kebijakan countercyclical tetap kita lakukan,” kata Febrio.

Kebijakan ini, kata Febrio, tentu saja memiliki risiko. Sebab, meningkatnya belanja, defisit keseimbangan primer APBN justru akan melebar. Diperkirakan defisit keseimbangan primer akan mencapai 3,59% terhadap PDB pada 2021, turun sedikit dari posisi tahun sebelumnya di 4,27%. Tetapi, masih jauh lebih tinggi dibandingkan periode 2015-2019 yang menunjukkan tren penurunan defisit menuju 0%.

Selain itu, rasio utang negara pun diperkirakan akan naik. Febrio mengatakan, sebagai akibat dari situasi pandemi, rasio utang mengalami lonjakan hingga 37,6% pada 2020 dan diproyeksikan akan naik hingga 41,09% di 2021. Padahal untuk 2019, rasio utang masih dapat terjaga di 30,18%.

“Ini risikonya. Walau kita tidak punya pilihan banyak, kita coba lakukan pilihan lain. Bagaimana caranya membiayai pembangunan dengan non-utang, misalnya equity.  Ini kita coba introduce di 2021 dengan konteks investasi lebih banyak,” kata Febrio.

Karena itu, kata Febrio, pemerintah akan fokus memastikan pengeluaran dapat dilakukan seefektif mungkin. Untuk 2021, pemerintah telah memfokuskan anggaran mendukung kebijakan percepatan pemulihan dan transformasi ekonomi di berbagai bidang seperti pendidikan sebesar Rp 550 triliun, kesehatan sebesar Rp 169,7 triliun, perlindungan sosial Rp 421,7 triliun, infrastruktur Rp 413,8 triliun, ketahanan pangan Rp 104,2 triliun, pariwisata Rp 15,7 triliun dan bidang teknologi informasi dan komunikasi (ICT) Rp 29,6 triliun.

Baca Juga :   4 Sektor BUMN Ini Tetap Bertahan Sejak Pandemi Covid-19 Melanda Indonesia

 

Leave a reply

Iconomics