Antara Keputusan Impor Gula 5,4 Juta Ton di 2024 dan Dugaan Korupsi Periode 2015-2023

1
194
Reporter: Kristian Ginting

Pada tahun ini, pemerintah telah memutuskan untuk mengimpor gula konsumsi dan industri. Keputusan diambil dalam rapat terbatas di Kementerian Perekonomian pada 3 Januari 2024.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, jumlah impor gula pada 2024 mencapai sekitar 5,4 juta ton. Jumlah ini terdiri atas 708.609 ton (setara gula kristal putih/GKP). Sementara gula rafinasi atau untuk industri sebanyak 4,7 juta ton.

Menurut Zulkifli, keputusan mengimpor gula konsumsi sekitar 700 ribu ton itu datang dari Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Berdasarkan keputusan itu pula, Kementerian Perdagangan akan melaksanakannya sesuai dengan hasil rapat terbatas itu.

Soal keputusan itu, Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag Moga Simatupang menjelaskan, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 32 Tahun 2022 tentang Neraca Komoditas, ada 5 komoditas yang menjadi bagian dari necara komoditas yaitu daging, perikanan, beras, garam dan gula. Sesuai Perpres itu pula, maka perubahan neraca komoditas yang di dalamnya termasuk gula ditentukan melalui rapat koordinasi yang dipimpin Kementerian Koordinator Perekonomian.

“Penetapan neraca komoditas itu pun tentu saja berdasarkan data-data ketersediaan/stok dan/atau hasil produksi. Berdasarkan itu pulalah muncul angka impor gula tersebut,” kata Moga melalui sambungan telepon aplikasi perpesanan Whatsapp pada Jumat (5/1) kemarin.

Secara terpisah, menanggapi hal tersebut, Sekjen Matahukum Mukhsin Nasir mengatakan, pihaknya mempersilakan Kemendag melakukan impor jika memang untuk kebutuhan ketersediaan atau menstabilkan harga. Akan tetapi, Mukhsin mengingatkan agar proses impor gula tersebut harus sesuai aturan yang berlaku, sehingga tidak menjadi persoalan hukum di masa mendatang.

Baca Juga :   Boikot Perdagangan dengan Israel?

“Kami merasa penting mengingatkan hal itu agar pihak-pihak yang berwenang mengutamakan kepentingan masyarakat terutama dalam hal ketersediaan dan stabilisasi harga gula. Jangan pula ini demi kepentingan sesaat, sehingga dikhawatirkan bisa menjadi persoalan hukum di masa mendatang,” kata Mukhsin ketika dihubungi, Sabtu (6/1).

Dalam kesempatan itu, Mukhsin tetap mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntaskan dugaan korupsi importasi gula periode 2015-2023. Penuntasan itu penting untuk menjamin kepastian hukum atas dugaan korupsi importasi gula periode 2015-2023.

“Dengan proses hukum yang terus berjalan itu, maka hal tersebut menjadi jaminan pula bagi Kemendag ketika kembali mengimpor gula sekitar 5,4 juta ton pada 2024 ini. Kejagung mestinya ikut mendampingi keputusan tersebut agar tidak menjadi persoalan hukum di masa mendatang,” tandas Mukhsin.

Terkait dengan dugaan korupsi importasi gula itu, Kejagung masih terus fokus menuntaskannya dengan kembali memeriksa saksi dari Kemendag. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, jaksa penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) pada Jumat (5/1) kemarin memeriksa Ketua Tim Barang Pertanian dan Peternakan Direktorat Impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Wara Agustina Rukmini.

Di samping itu, Jampidsus Febrie Adriansyah menambahkan, pihaknya telah mengerahkan tim untuk menggeledah sejumlah tempat di Riau. Namun, Febrie tidak menjelaskan secara detail sejumlah lokasi yang digeledah penyidik Kejagung terkait dengan dugaan korupsi importasi gula periode 2015-2023 itu.

Meski demikian, Kejagung memastikan tidak akan memeriksa Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam perkara ini. Kejagung beralasan bahwa perkara ini terjadi sebelum Zulkifli menjabat sebagai Menteri Perdagangan, sehingga tidak ada kaitannya dengan kebijakannya saat ini.

Baca Juga :   Kejaksaan Tak Berwenang Sidik Kasus Tersangka Mafia Migor Jika Pakai UU Perdagangan

Jika ditelusuri lebih jauh, kasus importasi gula sudah mencuat bahkan menjadi perbincangan di DPR ketika Rachmat Gobel menjabat Menteri Perdagangan. Gobel diketahui menjabat sebagai Wakil Ketua DPR saat ini dari Fraksi Nasdem.

Ketika itu, pada Februari 2015, anggota Komisi VI DPR mengkritik keras kebijakan impor gula mentah hingga gula rembesan dan gula rafinasi. Di samping membuka keran impor selebar-lebarnya, anggota Komisi VI juga menyoal data stok gula dan kuota impor yang tidak sesuai dengan kebutuhan.

Semisal, kebutuhan nasional untuk gula kristal putih pada 2016 sebanyak 3,05 juta ton. Sementara produksi nasional baru mampu memenuhi 2,57 juta ton. Artinya ada selisih 477 ribu ton yang mesti dipenuhi lewat impor. Herannya, Kementerian Perdagangan justru menetapkan kuota impor untuk komoditas tersebut sebanyak 1,36 juta ton atau 285%.

Audit BPK
Berdasarkan audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berjudul “Audit Tata Niaga Impor 2015 hingga 2017”, alokasi impor tidak sesuai dengan data kebutuhan. Sementara realisasi juga seringkali melampaui kebutuhan. Alasan BPK ini persis seperti kasus yang sedang disidik Kejagung saat ini.

Padahal, sesuai Permendag Nomor 117/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Gula, Pasal 3 menyatakan, bahwa jumlah gula yang diimpor harus sesuai dengan kebutuhan gula dalam negeri yang ditentukan dan disepakati dalam rapat koordinasi antar- kementerian.

Baca Juga :   Windi Bungkam, JPU dan 4 Saksi Konsisten Sebut Menpora Dito Terima Rp 27 M di Kasus BTS 4G

Di samping pejabat negara seperti menteri, dirjen dan beberapa pejabat lainnya di Kemendag, menarik pula menelusuri pihak swasta yang mendapat kuota importasi gula pada periode itu. Dalam audit BPK itu disebut ada beberapa perusahaan swasta yang mendapatkan kuota impor gula seperti PT AP, yang terkait dengan Inkop Kartika pada 2015 dengan total 105 ribu ton.

Kemudian, ada PT BMM, PT DUS, PT AF, PT AP, PG Gorontalo dan lain sebagainya pada 2016 dengan total impor 1.363.659 ton. Selanjutnya, pada 2017 ada PT AP, yang terkait dengan Inkop Kartika, PT AG yang terkait dengan Puskoppol dan lain sebagainya dengan total impor 1.011.625 ton.

Berdasarkan fakta tersebut, penyidik Kejagung perlu mengungkap secara jelas dan menuntaskan karut marut kebijakan importasi pangan khususnya gula yang sekadar menjadi bancakan segelintir orang.

Sebelumnya, Kejagung resmi menaikkan status perkara dugaan korupsi impor gula di Kemendag periode 2015-2023 dari penyelidikan ke penyidikan. Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kuntadi mengatakan, dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut di antaranya dilakukan dalam rangka pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula nasional.

Dalam kasus tersebut, kata Kuntadi, Kemendag diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP) kepada pihak-pihak yang tidak berwenang.

Dengan status itu, Kejagung lantas melakukan penggeledahan di 2 tempat yakni kantor Kemendag dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) pada 3 Oktober yang lalu.

 

1 comment

Leave a reply

Iconomics