Windi Bungkam, JPU dan 4 Saksi Konsisten Sebut Menpora Dito Terima Rp 27 M di Kasus BTS 4G

0
197
Reporter: Kristian Ginting

Persidangan kasus korupsi BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) masih terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) DKI Jakarta. Setelah 6 orang dinyatakan bersalah atas kasus itu, kini menyusul Windi Purnama (Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera) dan Muhammad Yusrizki Muliawan (Direktur PT Basis Utama Prima) menjadi orang ke-7 dan ke-8 yang menjadi pesakitan dalam perkara itu.

Untuk 6 orang sebelumnya terdiri atas Johnny G. Plate (mantan Menkominfo) telah divonis 15 tahun penjara, Anang Achmad Latif (mantan Dirut Bakti Kominfo ) 18 tahun penjara, Yohan Yunato (Tenaga Ahli Hudev UI) 5 tahun penjara, Galumbang Menak Simanjuntak (mantan Dirut Moratelindo) 6 tahun penjara, Irwan Hermawan (Komisaris PT Solitechmedia Synergy) 12 tahun penjara dan Mukti Ali (Account Director of Integrated PT Huawei) 6 tahun penjara.

Pada persidangan Windi Rabu (13/12) kemarin, dihadirkan 5 orang saksi yang meliputi Marlon Maruap Panjaitan, Alfi Asman, Rohadi, Irwan dan Bayu Arriano Affia. Peran Windi dan Yusrizki dalam perkara ini penting untuk mengetahui kebenaran aliran dana yang disebut diberikan kepada beberapa pihak untuk mengamankan kasus korupsi BTS 4G di Kejaksaan Agung (Kejagung).

Windi baik dalam berita acara pemeriksaan (BAP) maupun dihadirkan sebagai saksi di persidangan beberapa waktu lalu mengakui menjadi kurir mengambil serta mengantarkan uang kepada sejumlah pihak. Beberapa di antaranya mengantarkan uang senilai Rp 70 miliar kepada Nistra Yohan yang merupakan staf anggota Komisi I DPR. Juga menyiapkan bingkisan berisi uang yang ujungnya disampaikan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Ario Bimo Nandito Ariotedjo alias Dito Ariotedjo.

Ketika ditanyakan aliran dana kepada Menpora Dito itu usai persidangan, Windi justru bungkam. “No comment, no comment,” kata Windi Purnama di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12) kemarin.

Masyarakat Pemerhati Hukum Indonesia (Maphi) sempat menyoroti tebang pilih penyidik dalam menangani orang-orang yang diduga menerima aliran dana untuk mengamankan kasus BTS 4G di Kejagung. Pasalnya, jaksa penuntut umum (JPU) ketika membacakan tuntutan terhadap Irwan menyebut secara tegas 4 nama termasuk Menpora Dito terkait pengurusan kasus BTS 4G di Kejagung.

Ketika JPU membacakan pertimbangan tuntutan khususnya kepada Irwan, maka sosok ini dinilai layak menjadi justice collaborator (JC) karena membantu mengungkap perkara dugaan korupsi BTS 4G menjadi terang. Salah satu kesaksian Irwan yang dinilai signifikan mengungkap perkara tersebut terkait dengan aliran dana pengurusan kasus BTS 4G ketika masih ditangani Kejagung.

JPU menyebut keterangan Irwan konsisten sejak dari penyidikan hingga dalam persidangan khususnya pengantaran uang kepada 4 orang yaitu Menpora Dito senilai Rp 27 miliar, Naek Parulian Washington alias Edward Hutahaean senilai Rp 15 miliar, Sadikin Rusli Rp 40 miliar dan Nistra Yohan Rp 70 miliar.

Baca Juga :   Menkominfo: 2nd Meeting DEWG G20 2022 akan Hasilkan Rekomendasi Penguatan Konektivitas

Peneliti Maphi, Steve Josh Tarore dalam berbagai pemberitaan  pada 2 November lalu mengatakan, dugaan keterlibatan Menpora Dito untuk mengurus perkara BTS 4G di Kejagung juga diungkap saksi lainnya dalam persidangan. Karena itu, kata Steve, tidak heran JPU menyebut nama Menpora Dito secara khusus dalam pembacaan tuntutan terhadap Irwan.

“Lalu, dari 4 orang yang disebut JPU itu kan, 2 sudah menjadi tersangka seperti Edward Hutahaean dan Sadikin Rusli. Sementara 2 yang lainnya seperti Menpora Dito dan Nistra belum menjadi tersangka. Dari sini, saya menduga baik JPU maupun penyidik di Kejagung sudah mengantongi alat-alat bukti sehingga memasukkan nama Menpora Dito, salah satu dari 4 orang yang menerima uang dari Irwan,” tutur Steve di Jakarta pada 2 November 2023.

Sementara Windi ketika bersaksi pada persidangan 3 Oktober 2023, mengungkap pernah mengantarkan bingkisan berisi uang kepada Adrianto, sopir Resi Yuki Bramani yang merupakan karyawan PT Moratelindo Tbk. Windi mengaku memang tidak menyerahkan bingkisan tersebut secara langsung kepada Menpor Dito tapi melalui Andrianto yang diteruskan kepada Resi.

“Penyerahan 2 kali ke sopir Resi. Saya tidak hapal angka (waktu itu),” kata Windi.

Kemudian, pada persidangan 9 Oktober, Adrianto mengakui menerima bingkisan dari seseorang di Jalan Tendean, Jakarta Selatan yang diketahui sebagai alamat kantor Moratelindo. Bingkisan yang diterima Adrianto itu dari tas kayak koper yang memiliki roda.

“Saya nggak kenal (Windi) yang memberikan bingkisan. Tapi, saya memberitahukan kepada (Pak) Resi,” kata Adrianto.

Pada persidangan yang sama, Resi mengakui pernah menyerahkan bingkisan berisi uang sebanyak 2 kali kepada Menpora Dito di Jalan Denpasar No. 34 senilai Rp 27 miliar. Pengakuan Resi dibenarkan Galumbang Menak Simanjuntak (mantan Dirut PT Moratelindo Tbk) dan Irwan Hermawan (Komisaris PT Solitechmedia Synergy).

Saksi Galumbang, misalnya, mengakui bertemu dengan Menpora sebanyak 2 kali. Kendati demikian, Galumbang membantah ikut mengantarkan uang senilai Rp 27 miliar kepada Menpora Dito yang diketahui sebagai politikus Partai Golkar itu.

Sementara Irwan mengakui ada penyerahan uang senilai Rp 27 miliar kepada Menpora Dito melalui Resi dan sopirnya. Uang tersebut langsung diserahkan kepada Menpora Dito di Jalan Denpasar Nomor 34, Jakarta Selatan.

Akan tetapi, Menpora Dito yang bersaksi di pengadilan pada 11 Oktober lalu membantah keterangan 5 orang itu, khususnya soal pemberian uang senilai Rp 27 miliar. Namun, Menpora Dito mengakui pernah bertemu dengan Galumbang sebanyak 2 kali. Pertemuannya dengan Galumbang diklaim sebatas peluang membahas penawaran saham perdana (IPO) di pasar modal.

Baca Juga :   Hasil Audit BPKP soal Dana Pensiun di 4 BUMN Dilaporkan ke Kejagung, Kerugian Sementara Rp 300 M

Dakwaan Windi
Aliran uang kepada Menpora Dito Ariotedjo juga terungkap dalam surat dakwaan Windi Purnama yang dibacakan JPU Kejagung pada Kamis 16 November 2023. Windi didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi proyek BTS 4G Kominfo. Juga diduga turut serta melakukan perbuatan mengalirkan uang dari hasil korupsi tersebut ke sejumlah pihak.

“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yaitu menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukar dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain,” kata Jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 16 November 2023.

Jaksa mengungkapkan, Windi berperan sebagai kurir uang dari hasil korupsi BTS 4G kepada sejumlah pihak atas arahan dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan. Selain itu, Windi juga mendapat arahan dari dua pelaku tindak pidana korupsi BTS Kominfo lainnya, yaitu Eks Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak.

“Bahwa terhadap uang-uang yang diterima oleh terdakwa Windi Purnama tersebut, selanjutnya terdakwa Windi Purnama mentransfer atau mengalihkan uang-uang tersebut atas arahan Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak dan Anang Ahmad Latif,” kata Jaksa.

Jaksa mengatakan Windi menerima total uang Rp 240,5 miliar. Total uang tersebut sudah lebih dulu dipotong sebesar Rp 9,4 miliar untuk kepentingan dua perusahaan, yaitu PT JIG Nusantara Persada sebesar Rp 5 miliar dan PT Sarana Global Indonesia Rp 4,4 miliar.

Menurut dakwaan tersebut, duit miliaran itu diberikan melalui Windi sebagai biaya komitmen atau commitment fee dari berbagai pihak yang terlibat pekerjaan BTS Kominfo. Selain itu, Windi turut menjadi perantara dalam mengalirkan dana tersebut. Terdapat total Rp 243,85 miliar yang dikatakan jaksa mengalir melalui Windi Purnama.

Aliran Dana
Menurut jaksa, beberapa pihak yang menerima uang dari Windi Purnama, termasuk eks Menteri Kominfo Johnny Plate dan Menpora Dito Ariotedjo. Jaksa menyebut para pihak yang turut menerima uang dari Windi, di antaranya Johnny Gerard Plate sebesar Rp 10 miliar untuk biaya operasional Kominfo. Kemudian, Rp 1,5 miliar untuk sumbangan atas nama Menkominfo dengan rincian Rp 500 juta untuk Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus di Kupang dan Rp 1 miliar untuk Keuskupan Kupang.

Baca Juga :   Bawaslu Nilai KPK Berperan Penting untuk Cegah Korupsi Lewat Sosialisasi Anti-Politik Uang di Pemilu Serentak

Selanjutnya, Windi juga menyerahkan Rp 4 miliar kepada Plate melalui Walbertus Natalius Wisang alias Berto yang penyerahannya dilakukan sebanyak empat kali, masing-masing penyerahan sejumlah Rp 1 miliar. Uang yang dikumpulkan Windi juga digunakan untuk membiayai perjalanan dinas Menkominfo beserta rombongan ke luar negeri, yaitu Rp 1,8 miliar untuk tagihan dinas. Lalu biaya hotel ke sejumlah negara, seperti ke Paris sebesar Rp 453.600.000, London sebesar Rp167.600.000, dan Amerika sebesar Rp 404.608.000. Kemudian, Rp 250 juta untuk sumbangan ke Gereja GMIT di Kupang atas nama Johnny Plate.

Uang yang dikumpulkan tersebut juga diterima oleh Anang Achmad Latif sebesar Rp 5 miliar, untuk anggota Tim Pokja sebesar Rp 500 juta yang diterima Darein dan diserahkan kepada Gumala Warman sebesar Rp 200 juta, Darein Rp 150 juta, Deni Tri Junedi Rp50 juta, Seni Sri Damayanti Rp 50 juta, dan Devi Triarani Putri sebesar Rp 50 juta, Feriandi Mirza sebesar Rp 300 juta, Elvano Hatorangan sebesar Rp 2,4 miliar, dan Jenifer sebesar Rp 100 juta.

Selain itu, atas arahan Irwan Hermawan dan Anang Achmad Latif, Windi Purnama juga menyerahkan sejumlah uang yang diperuntukkan untuk menutup atau menghalangi proses hukum BTS 4G. Beberapa pihak yang menerima antara lain, untuk BPK melalui Sadikin sebesar Rp 40 miliar, untuk Komisi I DPR Nistra sebesar Rp 70 miliar.

Kemudian kepada beberapa pihak yang mengaku dapat mengatur proses hukum yang berlangsung, antara lain Edward Hutahaean sebesar Rp 15 miliar; Windu Aji Susanto, dan Setyo sebesar Rp 66 miliar, dan Dito Ariotedjo sebesar Rp 27 miliar.

Windi Purnama juga mendapatkan sejumlah uang yang totalnya bernilai Rp 750 juta yang ia terima dari beberapa pihak, yaitu dari Irwan Hermawan sejumlah Rp 200 juta dan US$ 3.000. Kemudian, melalui Steven Setiawan Sutrisna sebesar Rp 500 juta.

“Selanjutnya uang yang diterima tersebut, dipergunakan untuk membayar cicilan rumah setiap bulan yang berlokasi di BSD, Tangerang Selatan dan untuk keperluan sehari-hari dan biaya hidup selama terdakwa Windi Purnama tinggal di Manila, Filipina, selama bulan Februari 2023 sampai dengan Mei 2023,” ujar jaksa.

Atas perbuatan tersebut, Windi didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP subsider Pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP subsider Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.

 

Leave a reply

Iconomics