Harga Tanah Melambung, Masyarakat di Daerah Ibu Kota Baru Kurang Senang

Lokasi ibu kota baru Indonesia di Kalimantan Timur/kompas.com
Sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan lokasi ibu kota baru Indonesia, para agen tanah mulai bergerak mengincar tanah masyarakat. Pasalnya, harga tanah di daerah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, sejak itu melambung.
Tentu saja kesempatan tersebut tak ingin dibiarkan begitu saja oleh para agen tanah. Mereka secara aktif mendekati penduduk daerah itu untuk membicarakan apakah masyarakat berniat menjual tanah mereka.
Akan tetapi, kenaikan harga tanah itu tak lalu membuat masyarakat senang. Terlebih pendekatan yang dilakukan agen tanah mulai agresif. Setidaknya itu yang dirasakan Sikbukdin hari-hari ini. Dia acap kali menerima telepon yang tak dikenal yang menanyakan: apakah menjual tanahnya.
“Setidaknya ada 5 kali telepon sehari. Mulai dari agen tanah di Berau, Tarakan, Tenggarong, bahkan dari Surabaya dan Jakarta. Saya bilang tidak menjual tanah. Itu untuk anak-anak saya,” kata Sikbukdin, 56 tahun yang menjabat sebagai Kepala Suku Paser Balik.
Jokowi dalam pengumuman pemindahan ibu kota akhir Agsutus lalu menuturkan, pemindahan itu lantaran DKI Jakarta sudah terlalu padat. Juga udaranya tercemar dan menjadi salah satu kota dengan penurunan muka tanah tercepat di dunia.
Jumlah populasi penduduk DKI Jakarta saat ini mencapai sekitar 10 juta orang. Akan tetapi, pada jam-jam kerja jumlahnya bisa meningkat 2 kali lipat sehingga membuat kemacetan yang luar biasa. Diperkirakan kerugian akibat kemacetan itu mencapai US$ 7 miliar per tahun.
Dibandingkan dengan Kalimantan Timur, jumlah populasinya hanya 3,5 juta orang. Kemudian, dinilai bebas dari bencana alam. Dengan relokasi ibu kota, maka pembangunan secara merata bisa diwujudkan. Tidak lagi terpusat di Jawa.
Dengan persetujuan DPR, pemerintah berencana akan segera membangun ibu kota tahun depan dengan menggunakan lahan seluas 40 ribu hektare. Secara keseluruhan pemindahan pusat pemerintahan akan dilakukan pada 2024.
Rencana relokasi ini tentu saja membawa kabar baik bagi sebagian masyarakat. Bukan karena masa depan Kalimantan Timur cerah melainkan potensi harga tanah melambung. Juga membawa kabar baik bagi pengusaha properti karena bisa membangun di lahan-lahan yang masih hutan hujan dan rimbun. Tetapi sebagian masyarakat justru tidak senang dengan ambisi pemerintah pusat itu.