Para Capres-Cawapres Diminta Evaluasi Kebijakan Transisi Energi Pemerintah soal Bioenergi Berbahan Baku Hasil Hutan

Tangkapan layar, diskusi transisi energi bersih dan ramah lingkungan dengan para tim paslon capres-cawapres/Iconomics
Pegiat lingkungan mendesak para pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang ikut dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mengevaluasi gagasan pemerintah yang memasukkan penggunaan bioenergi dalam kebijakan transisi energi ramah lingkungan. Pasalnya, hasil berbagai kajian menunjukkan penggunaan bioenergi berbahan baku hasil hutan dapat menimbulkan dampak negatif yang mengganggu kelestarian alam.
Ditambah pula isu transisi energi, kata Direktur Eksekutif Traction energy Asia Tommy Pratama, menjadi pembicaraan publik global saat ini. Itu sebabnya, penyelenggaraan Konferensi Perubahan Iklim ke-28 (COP 28) masih terus digelar di Dubai, Uni Emirat Arab akhir tahun lalu.
“Apalagi posisi Indonesia sebagai penyumbang karbon terbesar ke-8 di dunia, sehingga perlu disegerakan untuk transisi ke energi rendah karbon,” kata Tommy dalam diskusi daring bertajuk Meneropong Bioenergi di Tangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024 pada Rabu (10/1) kemarin.
Sementara itu, Manager Program Bioenergi Trend Asia Amalya Reza Oktaviani menimpali, salah satu isu yang menjadi sorotan pegiat lingkungan adalah penggunaan co-firing biomassa sebagai pengganti batu bara. Penggunaan co-firing biomassa dinilai sebagai solusi palsu transisi energi karena berdampak terhadap hilangnya biodiversitas, mata pencarian masyarakat, perampasan lahan, dan mengganggu produksi pangan lokal.
“Bahan baku co-firing di 52 PLTU membutuhkan 10,2 juta ton biomassa dari hutan tanaman energi (HTE), sehingga risiko deforestasi tak dapat dihindari. Selain itu, energi yang dihasilkan biomassa melalui kegiatan co-firing justru menghasilkan surplus emisi karbon sebanyak 26,48 juta ton,” ujar Amalya.
Merespons isu pegiat lingkungan itu, Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo mengatakan, pihaknya memiliki gagasan mengenai program transisi energi yang realistis dan feasible. Begitu pula terkait penggunaan biomassa, keputusannya akan dibahas secara bersama-sama yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini.
“Dalam proses ini yang penting untuk diperhatikan dalam menjaga kelestarian produksi, ekologi, dan sosial adalah melalui sustainability audit,” ujar Drajad.
Sementara itu, Juru Bicara Tim Nasional (Timnas) Anies-Muhaimin (Amin) Irvan Pulungan mengatakan, pihaknya akan menginventarisasi isu lingkungan untuk menentukan daya dukung dan daya tampung sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kajian tersebut diharapkan bisa memetakan masalah dan potensi pengelolaan lingkungan hidup yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dengan prinsip kajian lingkungan hidup strategis (KLHS).
“Kunci untuk mencapai hal tersebut adalah pendekatan kolaboratif partisipatif dari masyarakat berdasarkan 5 pilar transisi energi. Pertama, pilar tata kelola yang holistik dan berkesinambungan. Kedua, kolaborasi pemangku kepentingan. Ketiga, inovasi pendanaan. Keempat, transisi energi berkeadilan. Terakhir, intervensi pada supply and demand.” ujar Irvan.
Sedangkan Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Agus Hermanto menuturkan, soal transisi energi ini masih menghadapi banyak tantangan. Khusus soal bioenergi, Agus mengatakan, terdapat berbagai sumber alternatif pengganti bioenergi, seperti pelet kayu, minyak goreng bekas, singkong, dan kacang-kacangan.
Karena itu, kata Agus, pasangan Ganjar-Mahfud memiliki strategi untuk memanfaatkan sumber alternatif pengganti bioenergi. “Strategi kami adalah menerapkan kebijakan inventarisasi crude palm oil, kemudian memetakan target apakah tujuannya untuk B30 atau B40. Ini dilakukan secara berimbang dengan mengutamakan konsumsi masyarakat, baru yang terakhir adalah untuk ekspor,” ujar Agus.