Bos Garuda Indonesia Dorong Komisi VI DPR RI Panggil Kementerian Terkait Bahas Tarif Batas Atas Tiket Pesawat
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan sejak 2019, tidak menaikkan harga tiket pesawat, meski biaya industri penerbangan terus meningkat dalam lima tahun terakhir, karena harga avtur yang meningkat dan nilai tukar dolar Amerika Serikat yang terus menguat.
“Sudah dari 2019 bapak/ibu sekalian, tidak menaikkan (harga tiket). Jadi, tolong kementerian yang terkait bisa dipanggil untuk bisa membantu Garuda supaya bisa dibuka lagi tarif batas atas. Saya sudah beberapa bulan terakhir ini berbicara terus soal ini,” ujar Irfan saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (3/7).
Meski tak menaikkan harga tiket, Irfan mengatakan banyak pejabat yang mengatakan harga tiket pesawat masih mahal saat ini. Sebenarnya, kata dia, Garuda tak menghiraukan suara-suara pejabat tersebut, selama tak ada arahan menurunkan tiket pesawat dari pihak Kementierian BUMN.
Hanya saja, tambah dia, masyarakat sendiri juga mengeluhkan harga tiket pesawat yang mahal. Karena itulah, Garuda pun menurunkan harga tiket pada rute tertentu di dalam negeri, pada hari dan jam tertentu juga.
“Saya ambil contoh, adalah Bali. Bali itu selalu harga yankee class (kelas ekonomi) Rp1,9 juta. Hari Minggu kalau bapak/ibu sekalian ke Bali, itu bisa Rp1,3 juta sekarang. Pulangnya hari Kamis, juga Rp1,3 juta. Hari lain, tetap Rp1,9 juta,” ujar Irfan.
Skema harga tersebut, sambungnya, dikemas dalam kampanye “the best time to go to Bali”. Melalui skema ini, Garuda Indonesia menurunkan harga tiket pesawat ke Bali pada hari Minggu dan harga tiket dari Bali pada hari Kamis.
“Kita juga lagi melakukan kerja sama dengan beberapa hotel untuk memberikan diskon khusus buat penumpang Garuda yang datang hari Minggu dan pulang hari Kamis,” ujarnya.
Skema harga ini, jelas Irfan, belajar dari penerbangan pada periode libur lebaran. Saat lebaran tahun ini, Garuda Indonesia menggaungkan kampanya ‘lebaran ke Jakarta.’
Kampanye ini bertujuan agar pesawat Garuda yang mengangkut penumpang yang mudik ke kampung halaman tidak kembali ke Jakarta dalam keadaan kosong.
“Pada musim lebaran khususnya menejelang Idul Fitri, penerbangan kita seperti penerbangan Haji. Menuju daerah penuh, baliknya kosong. Pada waktu selesai lebaran, berangkatnya kosong, pulangnya penuh,” ujarnya.
Kampanye ‘lebaran di Jakarta’ pada tahun ini, ungkap Irfan, terbukti berhasil menambah pendapatan Garuda sebesar US$ 3 juta.