Kemenaker Imbau Masyarakat Berhati-Hati soal Lowongan Kerja Palsu

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dan selektif dalam mencari informasi lowongan pekerjaan. Imbauan itu khususnya terkait lowongan pekerjaan di media sosial, dan platform digital lainnya.
Kepala Biro Humas Kemenaker Sunardi Manampiar Sinaga mengatakan, perkembangan teknologi digital kerap dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, untuk menipu.
“Kami meminta masyarakat untuk mengecek ulang informasi lowongan pekerjaan, baik dengan memverifikasi melalui website resmi perusahaan, media sosial resmi, maupun menghubungi langsung perusahaan terkait,” kata Sunardi dalam keterangan resminya pada Minggu (12/1).
Menurut Sunardi, fenomena tersebut menjadi perhatian Menteri Ketenagakerjaan Yassierli di mana punya program layanan pengaduan publik atas lowongan kerja palsu. Kemenaker pun aktif mensosialisasikan kepada masyarakat terkait bahaya lowongan kerja palsu.
“Bila perlu, jika ada pihak yang dirugikan jangan ragu-ragu untuk segera melaporkan kepada pihak kepolisian karena perbuatan tersebut merupakan pidana penipuan,” ujar Sunardi.
Karena itu, kata Sunardi, pihaknya meminta masyarakat untuk memastikan kredibilitas perusahaan yang menawarkan pekerjaan. Salah satu indikator lowongan pekerjaan yang benar, yakni tidak adanya pungutan biaya dalam proses rekrutmen.
“Jika ada pungutan biaya dalam proses rekrutmen, hampir pasti itu adalah modus penipuan,” kata Sunardi.
Masih kata Sunardi, masyarakat yang menemukan indikasi penipuan dan merasa dirugikan untuk melapor kepada saluran resmi yang disediakan Kemnaker. Aduan dapat disampaikan melalui website Kemnaker atau layanan hotline di 1500 630.
“Kami berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari penipuan lowongan kerja. Mari bersama-sama lebih waspada dan memerangi kejahatan ini,” ujar Sunardi.
Untuk membantu masyarakat lebih waspada, kata Sunardi, Kemenaker mengidentifikasi beberapa ciri-ciri umum lowongan kerja palsu:
1. Tawaran gaji yang tidak masuk akal tinggi untuk posisi yang tidak spesifik.
2. Penggunaan alamat email tidak resmi, seperti yang menggunakan domain umum (contoh: @gmail.com).
3. Tidak ada informasi jelas terkait alamat perusahaan, tanggung jawab pekerjaan, atau syarat-syarat yang logis.
4. Permintaan transfer uang untuk biaya administrasi, pelatihan, atau seragam kerja.
5. Proses perekrutan dilakukan secara tidak transparan, seperti wawancara instan via chat tanpa konfirmasi formal.
Leave a reply
