Pertahankan BI Rate Sebesar 6,25%, Bank Indonesia Masih Tersandera Kebijakan Bank Sentral AS

0
50

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 16-17 Juli 2024 masih mempertahankan suku bunga acuan BI Rate pada level 6,25%. 

Pejabat Bank Indonesia mengakui tingkat inflasi domestik yang rendah dan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi memang memberikan ruang untuk menurunkan BI rate, setelah naik ke level 6,25% sejak April 2024.

Tetapi, Bank Indonesia masih mencermati kebijakan Fed Fund Rate [FRR], serta tingkat suku bunga obligasi pemerintah Amerika Serikat dan nilai tukar Dolar Amerika Serikat.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu (17/7) mengatakan, inflasi Indonesia pada akhir tahun ini diperkirakan sebesar 2,9% dan tahun 2025 berada pada rentang 2,5% plus minus 1%.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga relatif tinggi, dimana pada tahun ini Bank Indonesia memperkirakan sebesar 4,7% hingga 5,5% dan tahun 2025 sebesar 4,8% hingga 5,6%.

Perry mengatakan inflasi rendah dan pertumbuhan ekonomi yang baik itu, sebenarnya memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga.

Tetapi, ia mengatakan, sama seperti emerging market lainnya, Indonesia juga dipengaruhi oleh faktor global.

Baca Juga :   Bank Indonesia Turunkan Suku Bunga Acuan 25 Basis Poin

Ekspektasi pelaku pasar saat ini memang memperkirakan FRR turun pada September. Tetapi Bank Indonesia, kata Perry,  memperkirakan FRR baru akan turun pada November, lebih cepat dari perkiraan sebelumnya yaitu turun pada Desember 2024.

“Kami belum berani mengatakan [penurunan FRR] akan maju ke September, meskipun pasar ada yang memperkirakan masuk September. Tetapi, kami perkirakan yang terkini, ini ada probablitas FRR turun di November,” ujar Perry.

Selain penurunan FRR, faktor global yang juga mempengaruhi keputusan Bank Indonesia, adalah pergerakan suku bunga obligasi pemerintah Amerika Serikat atau US Treasury Yield. 

Saat ini, kata Perry, US Tresury Notes atau suku bunga obligasi pemerintah Amerika Serikat jangka pendeka (2 tahun) lebih tinggi dari pada US Treasury jangka waktu 10 tahun yaitu masing-masing 4,7% dan 4,4%.

Bank Indonesia memperkirakan baru pada triwulan IV nanti, imbal hasil atau yield keduanya akan konvergen atau hampir sama.

“Tetapi triwulan III ini US Treasury yang 2 tahun masih lebih tinggi dari yang 10 tahun,” kata Perry.

Baca Juga :   Jumlah Investor Ritel Pasar Modal Hampir 6 Juta, BI: Masih Kurang

Faktor lain yang menyandera Bank Indonesia adalah nilai tukar Dolar Amerika Serikat yang masih fluktuasi.

“Indeks Dolar tempo hari masih 106, sekarang sudah melemah ke 104,5. Dengan dampak tadi, FRR [penurunan FRR] akan maju lebih cepat, dan yield US Treausry nanti akan mulai konvergen, itu kemungkina Dolar yang kuat ini juga tidak akan sekuat yang sekarang. Kemungkinan akan mulai melemah,” ujar Perry.

Tetapi, ia menambahkan, nilai tukar ini juga tergantung pada berbagai faktor baik fundamental maupun sentimen jangka pendek.  

“Jadi, kami masih melihat ruang untuk arah suku bunga BI rate akan turun, kemungkinan masih sama, yaitu pada triwulan IV,” ujar Perry.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics