Pertamina Sudah Habiskan US$600 Juta untuk Keamanan Kilang, Kenapa Kebakaran Masih Terjadi?

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati
Kebakaran kilang milik PT Pertamina (Persero) sering terjadi dalam tiga tahun terakhir. Terbaru, pada Sabtu (1/4) malam yang lalu, kilang di Dumai mengalami kebakaran.
Sebelumnya, peristiwa kebakaran pernah terjadi di kilang Pertamina lainnya yaitu kilang Balongan (29 Maret 2021), kilang Cilacap (13 November 2021 dan 11 Juni 2021), dan kilang Balikpapan (15 Mei 2022 dan 4 Maret 2022).
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan Pertamina telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya kebakaran pada fasilitas vital ini. Bahkan, perusahaan milik negara ini menghabiskan dana US$600 juta atau sekitar Rp9 triliun untuk membangun sistem keamanan berlapis pada kilang yang ada.
“Kita akan terus belajar dari case-case yang ada, belajar dari pemain lain, dari refinery lain, kita akan selalu belajar. Kita lakukan terus upaya ini, karena kita sama-sama tahu kilang yang kita operasikan ini adalah kilang yang tua dan Dumai ini dibangun tahun 1971,” ujar Nicke dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (4/4).
Nicke mengungkapkan ada empat risiko yang menyebabkan kebakaran pada kilang Pertamina. Pertama, adalah karena petir. Untuk itu, semua kilang Pertamina telah dilengkapi lightning protection system atau sistem penangkal petir dua lapis baik di equipment-nya sendiri maupun tower.
“Lightning protection ini sudah terbukti di Cilacap. Pada 3 Desember 2022 terjadi petir sampai 17 kali dan Cilcap aman. Artinya, apa yang sudah kita bangun ini juga sudah bisa mencegah terjadinya kejadian serupa yang terjadi di Balongan,” ujarnya.
Penyebab kedua adalah overflow. Tanpa menyebut terjadi di kilang mana, Nicke mengatakan overflow ini menjadi penyebab kebakaran di salah satu kilang.
Ketiga, high temperature hydrogen attack. Ini terjadi pada kebakaran kilang Balikpapan. Hal ini juga yang menjadi penyebab kebakaran di kilang Dumai pekan lalu. Karena itu, Nicke mengatakan kebakaran kilang Dumai relatif cepat tertangani karena sudah dibangun sistem untuk mengatasinya.
“Dengan sudah dijalankannya high temperature hydrogen attack ini kebocoran hydrogen di case kemarin bisa kita padamkan dalam waktu 9 menit. Jadi ini sebagai salah satu bukti bahwa program yang kita jalankan bisa meminimalkan risiko,” ujarnya.
Risiko yang keempat adalah sulfidation atau endapan sulfur. Hal ini diatasi dengan merevitalisasi kilang-kilang yang ada agar bisa memproses minyak mentah atau crude dengan sulfur tinggi.
“Kita sama-sama tahu, kilang-kilang kita dengan teknologi lama hanya bisa memproses yang sulfurnya rendah. Program-program yang dilakukan, RDMP, adalah agar kilang-kilang ini bisa memproses yang sulfurnya lebih tinggi,” ujarnya.
Leave a reply
