Soal Kebijakan Larangan Ekspor Komoditas, Menteri Investasi Bahlil “Lawan” IMF

0
203
Reporter: Maria Alexandra Fedho

Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menentang keras pernyataan Intenational Monetary Fund (IMF) soal kebijakan larangan ekspor komoditas karena dirasa akan menimbulkan kerugian.

Menurut Bahlil, pernyataan terkait larangan ekspor yang akan membuat penerimaan negara berkurang ini tidak masuk akal karena dengan hilirisasi tersebut mampu menciptakan nilai tambah yang cukup besar.

“IMF mengatakan bahwa negara kita rugi, ini di luar nalar berfikir sehat saya, darimana dia bilang rugi? Tahu ga, dengan kita melakukan hilirisasi itu penciptaan nilai tambah itu sangat tinggi sekali di negara kita contoh hilirisasi di nikel kita 2017-2018 hanya US$3,3 miliar begitu kita menyetop ekspor nikel, kita melakukan hilirisasi ekspor kita di 2022 itu hampir US$30 billion (miliar), 10x lipat,” kata Bahlil dalam konferensi persnya pada Jumat (30/06/2022).

Melalui hasil hilirisasi pula, Bahlil sebut neraca pembayaran Indonesia mengalami perbaikan dan bahkan terjadi surplus, bahkan target pendapatan negara pun tercapai terus.

“Tidak hanya berbicara tentang pendapatan negara, akibat hilirisasi itu terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah terutama kepada daerah-daerah penghasil dari komoditas bahan baku,” ungkapnya.

Baca Juga :   Perusahaan Penyedia Rasa, Kerry Resmikan Pabrik di Karawang dengan Nilai 30 Juta Euro

Kepala BKPM mencontohkan daerah tersebut adalah Maluku Utara, yang dulunya Antam hanya mengambil bahan bakunya saja. Namun setelah membangun smelter disana pertumbuhan ekonominya tumbuh jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional.

Begitu pula pada daerah Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, yang kini pertumbuhan ekonominya sudah di atas pertumbuhan ekonomi nasional.

Bahlil menyampaikan bahwa hilirisasi bukan hanya pada konteks penciptaan nilai tambah tetapi sebagai bentuk kedaulatan bangsa. Sehingga kalau ada siapa pun yang mengatakan hilirisasi itu adalah sebuah tindakan yang merugikan negara, maka perlu dipertanyakan ‘apa’ di balik pemikiran tersebut.

Terkait dapat merugikan negara lain, Bahlil jelaskan bahwa ketika Indonesia rugi sekalipun tidak ada negara lain yang memikirkan. Dalam hal ini, Menteri BKPM juga menyampaikan sejarah panjang ketika krisis ekonomi Indonesia tahun 1998.

“Tahun 98 ketika terjadi krisis ekonomi yang merekomendasikan resep untuk ekonomi kita kembali adalah IMF,” lanjutnya.

“Apa yang terjadi? negara kita lambat untuk menuju kepada pertumbuhan ekonomi, di tahun yang sama Malaysia menolak rekomendasi IMF,” ujar Bahlil.

Baca Juga :   Hyundai Donasikan Ventilator Senilai Rp5,4 Miliar

Menurutnya, IMF memiliki standar ganda karena di satu sisi dia mengakui pertumbuhan ekonomi dan neraca perdagangan Indonesia sudah baik, namun di sisi lain justru malah memberikan pernyataan menentang kebijakan ekspor.

“Jadi menurut saya apa yang dilakukan pemerintah kita sekarang itu sudah dalam jalan yang benar dan kita menghargai mereka pandangan mereka tapi kita tidak boleh terpengaruh dengan pandangan mereka yang menurut pandangan kita tidak objektif dan tidak tau tentang arah tujuan negara,” pungkasnya.

Leave a reply

Iconomics