
Tantangan 2025 Masih Berat, OJK Optimis Sektor Jasa Keuangan Tumbuh Positif

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menyampaikan pidato pada acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan, Selasa (11/2).
Meski tantangan yang dihadapi pada tahun ini masih berat, Otoritas Jasa Keuangan [OJK] optimistis sektor jasa keuangan tumbuh positif.
“Tantangan dan ketidakpastian yang akan dihadapi di 2025 diperkirakan tidak akan lebih mudah,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam pidatonya pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan, Selasa (11/2).
OJK mematok target pertumbuhan kredit pada 2025 ini sebesar 9-11% didukung pertumbuhan dana pihak ketiga 6-8%.
Di pasar modal, penghimpunan dana ditargetkan Rp220 triliun. Kemudian, piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan diproyeksikan tumbuh 8-10%. Aset asuransi diperkirakan tumbuh 6-8%, aset dana pensiun diperkirakan tumbuh 9-11% dan aset penjaminan diperkirakan tumbuh 6-8%.
“Kami akan senantiasa melakukan review outlook ini secara berkala untuk diselarskan dengan perkembangan outlook pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.
Tahun lalu, papar Mahendra dalam pidatonya, perbankan telah menyalurkan kredit dan pembiayaan sebesar Rp7.827 triliun tumbuh 10,39%. Piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan tumbuh 6,92% menjadi Rp503,43 triliun. Kemudian, outstanding pembiayaan pinjaman dalam jaringan atau pinjam daring tercatat Rp77,02 triliun, tumbuh 29,14%, pembiayaan produk buy now pay later yang dilakukan oleh perbankan dan perusahaan pembiayaan masing-masing tercatat Rp22,12 triliun dan Rp6,82 triliun atau tumbuh masing-masing 43,76% dan 37,6%.
Penghimpunan dana di pasar modal mencapai Rp259,24 triliun dari 199 penawaran umum yang secara nominal didominasi oleh penawaran umum sektor keuangan sebesar 36%.
Di sisi permintaan, jumlah investor pasar modal tumbuh 6 kali lipat dalam lima tahun terakhir menjadi 14,87 juta investor per akhir Desember 2024.
Mahendra mengatakan, tahun ini pertumbuhan ekonomi global diperkirakan meningkat secara terbatas. Normalisasi kebijakan suku bunga di Amerika Serikat dan beberapa negara utama lainnya diperkirakan akan terus berlanjut, namun dengan laju yang lebih lambat.
Di sisi lain, divergensi pemulihan ekonomi di antara negara-negara industri berpotensi mengakibatkan terjadinya perbedaan kebijakan moneter dari berbagai otoritas moneter global yang akan mempengaruhi caiptal flow dan nilai aset keuangan.
Kompleksitas pemulihan ekonomi diperkirakan akan meningkat seiring perkembangan geopolitik dan geoekonomi yang dinamis. Trade policy yang lebih ditentukan oleh aspek politik dibandingkan dengan aspek ekonomi berpotensi meningkatkan fragmentasi perdagangan global dan menurunkan volume perdagangan. Divergensi kebijakan dan penerapan standar internasional di sektor keuangan antarnegara juga dapat menciptakan perbedaan daya saing sektor keuangan.
“Di sisi domesitk kita dihadapkan pada isu struktural seperti perlunya meningkatkan kembali penyerapan tenaga kerja sektor formal serta mempercepat pemulihan daya beli masyarakat khususnya untuk kelompok menengah bawah yang pemulihannya masih tertahan,” ujarnya.
Dalam kondisi yang menantang baik global maupun domestik, ia mengatakan, diperlukan langkah transformatif untuk mencapai target pertumbuhan yang diharapkan.
“Oleh karena itu, kami menyambut berbagai program prioritas yang diinisiasi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ke level yang lebih tinggi dan mencapai visi Indonesia emas,” ujarnya.
Leave a reply
