Di Depan Pebisnis Domestik dan Internasional, Menko Airlangga Beberkan Komitmen Indonesia untuk Kelapa Sawit

0
137

Pemerintah menyebut kelapa sawit menjadi jawaban kebutuhan minyak nabati yang semakin meningkat di dunia. Populasi manusia dunia diperkirakan akan mencapai 9,8 miliar jiwa pada tahun 2050, dan dunia akan memerlukan tambahan 200 juta ton produksi minyak nabati pada saat tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia.

“Minyak sawit merupakan cara yang berkelanjutan dan efisien untuk memenuhi permintaan minyak nabati yang terus meningkat. Kelapa sawit juga mendukung penyediaan bahan bakar transportasi yang lebih ramah lingkungan, seperti bahan bakar penerbangan berkelanjutan. Indonesia telah mengembangkan SAF yang dikenal dengan BioAvtur 2.4% atau J2.4,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat memberikan sambutan secara virtual dalam The 19th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2024 Price Outlook, Kamis (02/11/2023).

Untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit, Indonesia telah melakukan penanaman kembali seluas 200.000 hektar sejak tahun 2007 dan seluas 180.000 hektar sedang dilakukan penanaman kembali di tahun ini dengan mengalokasikan anggaran sebesar US$386 juta.

Baca Juga :   Sederetan Bantalan untuk Masyarakat Hadapi Kenaikan Harga Pangan

Di tingkat global, inisiatif Uni Eropa melalui kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) untuk membatasi deforestasi yang disebabkan oleh kegiatan kehutanan dan pertanian di seluruh dunia, akan memberikan dampak langsung pada komoditas utama Indonesia yakni kelapa sawit, kopi, kakao, karet, kedelai, sapi, dan kayu.

“Terlepas dari kekhawatiran kami, Pemerintah siap berkolaborasi dengan Uni Eropa dalam membangun kerangka kerja yang mendorong pertanian berkelanjutan, termasuk produksi minyak nabati, dengan cara yang inklusif, holistik, adil, dan tidak diskriminatif. Sangat penting bagi Uni Eropa untuk mengakui dan menyadari sepenuhnya bahwa standar keberlanjutan nasional negara-negara produsen dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk mengakses pasar Uni Eropa,” kata Menko Airlangga dalam keterangan resminya.

The Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) juga telah menjalin komunikasi intensif dengan komisi Uni Eropa untuk mengatasi tekanan tersebut dan telah menghasilkan enam tim kerja  termasuk inklusivitas petani kecil, skema sertifikasi yang relevan, ketertelusuran, data ilmiah mengenai deforestasi dan degradasi hutan, serta perlindungan data privasi.

Baca Juga :   Menko Airlangga Beberkan Peluang Industri Reasuransi di Indonesia

Pemerintah juga telah mengembangkan clearing house untuk memastikan seluruh komoditas perkebunan yang akan diekspor dapat ditelusuri untuk menjamin pasar global bahwa produk-produk tersebut dihasilkan dari perkebunan yang berkelanjutan.

Menko Airlangga juga menjelaskan bahwa pengembangan kelapa sawit berkelanjutan turut didorong melalui Indonesia Sustainable Palm Oil Plantation Certification System (ISPO). Sertifikasi ISPO menjamin praktik produksi yang dilakukan oleh perusahaan dan petani kelapa sawit mengikuti prinsip dan kaidah keberlanjutan. Selain ISPO, Pemerintah Indonesia juga mendukung sertifikasi sukarela melalui skema Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

“Industri kelapa sawit berkontribusi dalam menopang pemulihan ekonomi, serta aspek sosial dan lingkungan masyarakat. Dengan bekerja sama, kita dapat mencapai tujuan untuk perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, pembangunan rendah karbon, berketahanan iklim dan berkelanjutan, serta penguatan industri minyak sawit dalam negeri,” kata Menko Airlangga.

Leave a reply

Iconomics