Tak Remehkan Disrupsi Digital, Ini yang Dilakukan Peruri
Perum Peruri dalam upaya diversifikasi produk telah menyiapkan belanja modal (capital expenditure atau capex) sebesar Rp200 miliar. Dana tersebut telah disiapkan sejak pergeseran lini bisnis digital securitydijalankan mulai dari tahun 2017 dan seterusnya (multi-years).
Menurut Direktur Pengembangan Usaha Peruri Fajar Rizki, upaya ekspansi bisnis ke lini bisnis digital security dilakukan guna mempersiapkan perusahaan dalam menghadapi disrupsi digital.
Hingga saat ini, Peruri telah memiliki 3 Produk dalam lini bisnis digital security services yaitu Peruri Code, Peruri Sign, dan Peruri Trust. Untuk tahun ini, Fajar mengungkapkan bahwa target pendapatan yang diperoleh dari lini bisnis digital security mencapai Rp370 miliar. Salah satu layanan produk andalan yang ditawarkan oleh Peruri yakni produk smartcard yang memiliki permintaan cukup tinggi dari sektor perbankan dan telekomunikasi. Pendapatan dari penjualan smartcard ditargetkan sebesar Rp200 miliar.
“Permintaan dari telekomunikasi (operator) masih tinggi, karena penduduk kita sekitar 260 juta dan pengguna smartphone sekitar separuhnya, belum lagi para milenial kita itu kalau memiliki nomor (telepon) lebih dari satu. Jadi permintaanya cukup tinggi,” kacap Fajar di Kantor Kementerian BUMN pada Rabu (08/01/2020).
Selain operator telekomunikasi, permintaan dari perbankan terhadap smartcard juga tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh pergeseran yang terjadi di kartu debit perbankan dari menggunakan magnet menjadi chip.
Selain itu, Peruri telah memperoleh sertifikasi sebagai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) dari Kementerian Komunikasi dan Informasi. Hingga saat ini Peruri hanyalah satu dari enam perusahaan yang merupakan Certificate Authority (CA) resmi dari Kemkominfo dan satu-satunya BUMN yang menyandang status tersebut.
Namun demikian, Fajar mengakui bahwa fokus terhadap core business perusahaan dalam sektor percetakan uang kertas dan uang logam untuk bank sentral (Bank Indonesia/BI) akan tetap menjadi kontributor utama bagi cash flow perusahaan. Untuk tahun 2019, permintaan percetakan uang rupiah dari BI masih berkontribusi sekitar 60% dari total pendapatan usaha yang sebesar Rp3,9 triliun.