
Belum Maksimal, Alasan Perlu Tambah Waktu soal Penghapusan Pungutan Ekspor

Anggota Komisi VII Mukhtarudin/Iconomics
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diminta menambah rentang waktu penghapusan pungutan ekspor yang akan berakhir pada 31 Agustus 2022. Soalnya, waktu penghapusan pungutan ekspor yang diterapkan pemerintah belum memberi dampak signifikan karena waktunya hanya sebulan.
Karena itu, kata anggota Komisi VII DPR Mukhtarudin, pemerintah perlu memperpanjang waktu penghapusan pungutan ekspor dengan waktu ideal sekitar 3 bulan. “Saran saya, peraturan menteri keuangan (PMK) direvisi,” kata Mukhtarudin dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Mukhtarudin mengatakan, kebijakan Kemenkeu itu dinilai belum memberikan dampak yang signifikan terhadap petani sawit. Pasalnya, pungutan yang dihapus pemerintah hanya melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Berdasarkan hal itu, Mukhtarudin menilai pajak ekspor atau bea keluar sebesar US$ 288 per ton, dan flush out (FO) US$ 200 masih berlaku hingga saat ini. Dengan kata lain, penghapusan pungutan ekspor hanya mengurangi sedikit beban biaya ekspor crude palm oil (CPO) beserta turunannya.
“Pungutan ekspor yang dihapus sekira US$ 200 per ton CPO setara dengan Rp 3 juta per ton CPO atau Rp 3.000 per kilogram (kg) CPO. Itu setara dengan Rp 600 per kg, misal dari Rp 1.000 per kg naik jadi Rp 1.600 per kg tandan buah segar (TBS). Sekalipun masih di bawah harga pokok produksi Rp 1.800 per kg TBS,” kata Mukhtarudin.
Akan tetapi, kata Mukhtarudin, fakta yang terjadi di lapangan berkata lain di mana harga TBS hanya mengalami kenaikan sebesar Rp 50 per kg yang berakibat tutupnya beberapa pabrik kelapa sawit. Di samping itu, kondisi tersebut juga membuat proses pengosongan tangki yang terisi 7,2 juta ton tidak berjalan dengan semestinya.
Selanjutnya, kata Mukhtarudin, kondisi ekspor CPO masih terhambat akibat berlakunya domestic price obligation (DPO) dan domestic market obligation (DMO). Juga sulitnya mencari kapal pengangkut untuk melakukan aktivitas ekspor.
“Untuk sementara DMO dan DPO dicabut dulu karena stok CPO kita melimpah, jika stok sudah kembali normal untuk kebutuhan nasional, berlakukan lagi DMO dan DPO, kebijakan rem dan gas,” kata Mukhtarudin.
Meski begitu, Mukhtarudin mengapresiasi langkah Kemenkeu itu, harapannya kebijakan tersebut didukung kebijakan lainnya secara simultan dan tuntas, sehingga membawa dampak yang signifikan bagi kesejahteraan petani sawit.
Sebelumnya, Kemenkeu mengeluarkan kebijakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115 Tahun 2022 tentang Perubahan Tarif Pungutan Ekspor Terhadap Seluruh Produk Kelapa Sawit dan Turunannya. Adapun kebijakan tersebut mulai berlaku dari 15 Juli hingga 31 Agustus 2022 mendatang.
Leave a reply
