Setelah Softbank Batal, Anggota Komisi VI Ini Tanya soal Investor yang Bangun IKN

Anggota Komisi VI DPR Melani Leimena Suharli/Dokumentasi DPR
Iconomics - Anggota Komisi VI DPR Melani Leimena Suharli mempertanyakan soal investor yang akan membangun proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim). Pasalnya, tahap pertama pembangunan IKN ditargetkan selesai pada 2024.
Karena itu, kata Melani, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia perlu menjelaskan siapa saja investor yang sudah berkomitmen menanamkan modal dalam proyek pembangunan IKN. Apalagi, pemerintah ingin merayakan hari kemerdekaan di IKN.
“Jadi sampai sejauh mana, karena tahun depan tinggal beberapa minggu lagi sudah masuk 2023,” kata Melani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/12).
Soal itu, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, saat ini sudah ada beberapa investor yang berkomitmen dalam proyek pembangunan IKN. Investor tersebut berasal dari Uni Emirate Arab, Tiongkok, beberapa negara di Eropa, Taiwan, dan Korea Selatan.
Kemudian, kata Bahlil, salah satu konsorsium yakni SoftBank batal terlibat dalam proyek pembangunan IKN. Dalam beberapa pertemuan, pihak SoftBank dengan pemerintah tidak menemui kesepakatan bersama yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.
“Proposal yang ditawarkan menurut kami untung bagi dia (SoftBank), tidak untung bagi negara. Kami tidak mau didikte. Contoh, Softbank mau bangun yang ditentukan sendiri, nanti pemerintah tinggal sewa. Tidak fair dong, tidak cincai dong,” kata Bahlil.
Lebih jauh Bahlil mengatakan, pemerintah berupaya mencari investasi yang menghasilkan keuntungan baik dari sisi investor maupun bagi negara. Dengan demikian, tidak ada pihak yang dirugikan di kemudian hari.
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, kata Bahlil, dipastikan tidak merugikan para pengusaha atau investor yang ingin menanamkan modalnya di IKN. “Itu yang dalam bahasa saya itu adalah tidak boleh pengusaha itu mengatur negara, negara yang mengatur pengusaha. Tapi juga negara tidak boleh semena-mena ke pengusaha. Karena kita saling membutuhkan,” tutur Bahlil.