Fenomena Perbankan Digital dan Apa Saja Dampaknya?

0
452

Laju perkembangan teknologi informasi menimbulkan perubahan yang mengarah kepada layanan perbankan digital (digital banking). Layanan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi kegiatan operasional dan kualitas layanannya kepada nasabah.

Soal ini tampaknya benar belaka. Pengalaman Bank of America membuktikan penggunaan teknologi informasi biaya operasional lembaga ini seperti biaya server turun menjadi 70 ribu unit dari sebelumnya 200 ribu unit. Kemudian, dengan menggunakan teknologi cloud milik International Business Machines (IBM), bank ini juga mampu memangkas biaya untuk pusat data mereka dari 67 menjadi 23 pusat data.

Berkat penggunaan teknologi informasi itu, Bank of America bisa menghemat sekitar US$ 2 miliar per tahun. Bank of America merupakan bank pertama yang menggunakan teknologi cloud khusus layanan jasa keuangan yang dibangun IBM itu. Teknologi milik IBM ini memastikan keamanan dan kerahasiaan nasabah terjaga.

Kembali ke soal perbankan digital. Secara singkat perbankan digital bisa dimaknai sebagai digitalisasi aktivitas perbankan di setiap tingkatan. Dari front to end. Dengan kata lain, perbankan digital tidak sekadar meliputi kegiatan setoran, pembayaran dan transfer jarak jauh, tetapi juga berkaitan dengan aktivitas mengajukan pinjaman dan akses layanan manajemen keuangan pribadi.

Baca Juga :   Menkominfo dan Dubes Uni Eropa untuk Indonesia akan Saling Memperkuat Kerja Sama Digital

Merujuk kepada kenyataan itu, maka kehadiran perbankan digital sangat bergantung kepada kecerdasan buatan (AI) untuk mengotomatisasi operasional perusahaan seperti tugas administrasi dan pemrosesan data yang pada akhirnya mengurangi tenaga manusia dalam mengerjakan tugas sehari-harinya.

Fenomena perbankan digital itu juga melanda Indonesia. Kendati umumnya masih dalam tahapan pembayaran (payment) dan transfer jarak jauh, namun sudah berdampak kepada penurunan jaringan mesin anjungan tunai mandiri (ATM) dan kantor cabang. PT BCA Tbk merasakan itu. Dan pada saat yang sama volume transaksi mereka justru meningkat.

BCA
Direktur BCA Santoso mengatakan, pihaknya mengalami penurunan transaksi di kantor cabang dan mesin ATM. Walau berpengaruh, tapi penurunannya tidak terlalu signifikan. “Kondisi ini jangan dianggap jelek, ini justru menunjukkan kampanye gerakan non-tunai berhasil,” kata Santoso saat ditemui di Jakarta pada Senin (12/11).

Sementara itu, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja menyebutkan, dalam 2 hingga 3 tahun terakhir, bank-bank yang ada di Indonesia tidak menambah kantor cabang baru. Jumlah bank komersial di Indonesia bahkan mengalami penurunan dari 120 bank pada 2014 menjadi 111 bank di 2019.

Direktur BCA Santoso (ketiga dari kiri), Dubes Jepang Masafumi Ishii (batik kuning), Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja (kimono hitam samping Dubes Jepang) dan Presiden sekaligus COO JCB International Kimihisa Imada (samping Presdir BCA)/The Iconomics

Pun demikian dengan kantor cabang, dari 32.963 kantor cabang pada Oktober 2015 turun menjadi 31.411 cabang pada Agustus 2019. Fakta ini, kata Jahja, merujuk kepada data BCA, nasabah makin banyak pindah ke mobile banking dan internet banking untuk bertransaksi.

Baca Juga :   Tiga Komitmen Pegasus Tech Ventures untuk Indonesia

Karena itu pula, transaksi nasabah di cabang anjlok yang sebelumnya mencapai 17% dari total transaksi pada 2007, tinggal 1,8% pada Agustus 2019. Pengguna mobile banking naik dari 4,2% menjadi 46,5% dan pengguna internet banking melonjak dari 7,6% menjadi 28,5% pada periode yang sama.

Sedangkan dari sisi nilai, transaksi di cabang turun dari 56% menjadi 50%. Meski demikian, menurut Jahja, eksistensi kantor cabang masih dibutuhkan terutama untuk menangani uang tunai, kliring, cek dan lain sebagainya.

Lalu, pelajaran apa yang bisa kita peroleh dari fenomena digital dan perbankan digital itu? Tak ada keraguan, pasar perbankan digital tumbuh dengan pesat. Dengan munculnya berbagai perbankan digital, mau tidak mau perbankan konvensional dituntut untuk berbenah diri mulai dari penawaran layanan yang mudah, fleksibel dan tentu saja digital. Lantas, ke mana ujungnya industri perbankan ini kelak?

Leave a reply

Iconomics