Banyak yang Dicabut Izinnya, Ke Mana OJK Membawa BPR?

0
56

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyusun peta jalan (roadmap) untuk Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Peta jalan ini diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan yang kini membelit BPR, terutama terkait dengan tata kelola.

Selama tahun 2024 ini, sejak Januari hingga awal Maret, sebanyak 6 BPR dicabut izinnya oleh OJK karena masalah keuangan dan tata kelola yang buruk.

Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK mengatakan, peta jalan BPR ini berisi beberapa hal seperti manajemen risiko, organisasi, governance atau tata kelola dan sumber daya manusia (SDM).

Hal-hal mendasar ini penting untuk diatur; sebab, Dian mengatakan, pencabutan izin usaha  beberapa BPR selama ini dilakukan “karena persoalan-persoalan mendasar terkait dengan situasi keuangannya,” maupun karena terjadi fraud.

“Harapkan kita, sebelum kita mengeluarkan roadmap secara komprehensif, kita ingin sisa-sisa BPR yang masih bermasalah secara mendasar ini , kemudian kita ingin bersihkan dulu,” ujar Dian dalam konferensi pers, beberapa waktu lalu.

Bersih-bersih BPR ini penting dilakukan, karena perannya dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) sudah semakin diperkuat.

Baca Juga :   Bank Masih Pelit Kasih Pinjaman ke Perusahaan Pembiayaan

BPR antara lain bisa go public dengan menjadi perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). BPR juga bisa menyelenggarakan sistem pembayaran seperti bank umum.

“Jadi, sebetulnya more less BPR itu bisa semakin mirip dengan bank umum. Oleh karena itu, standarnya kita juga akan ubah untuk terus menerus diperbaiki dalam semua hal,” ujar Dian.

Dian berharap, ke depan tidak ada lagi BPR yang rapuh, tetapi semakin kuat dari sisi keuangan, tata kelola dan sumber daya manusia.

Secara organisasi, salah satu upaya penguatan dilakukan melalui konsolidasi melalui merger. OJK menargetkan dari 1.600 BPR yang ada saat ini, akan tersisa menjadi 1000an BPR.

Salah satu konsolidasi yang dilakukan melalui Single Presence Policy yaitu mewajibkan BPR-BPR yang dimiliki oleh satu orang untuk digabungkan menjadi satu BPR.

“Jadi, kebijakanya tidak boleh lagi satu orang memiliki misalnya 5 BPR, 10 BPR, 15 BPR. Semuanya harus menajdi satu, tetapi kemudian kita konsolidasikan yang lainnya menjadi kantor cabang,” ujar Dian.

Baca Juga :   SKB OJK-Kemenkeu untuk Mempermulus PEN, Ini Dia Aturan Mainnya

Melalaui kebijakan ini, jumlah BPR memang akan berkurang. Tetapi, tanpa mengganggu akses keuanga masyarakat.

Fokus ke segmen UMKM

Ambruknya sejumlah BPR ditengarai karena bank-bank umum juga merangsek ke desa-desa. Bank Rakyat Indonesia (BRI) misalnya, melalui AgenBRILink sudah masuk ke pelosok-pelosok negeri.

Belum lagi, tagline go smaller-nya, BRI pun semakin menyasar segmen ultra mikro yang selama ini juga menjadi fokus BPR.

Dian mengatakan, OJK menaruh perhatian agar BPR dapat tumbuh dengan baik dan sehat. Untuk itu, ia mendorong agar BPR memiliki fokus binis.

“Utamanya kita minta mereka bergerak di UMKM sesuai dengan maksud dan tujuanya, tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya bersaing dengan bank-bank besar dalam pembiayaan-pembiayaan korporasi dan lain sebagainya,” ujarnya.

Soal bank-bank umum yang juga gencar pada segmen UMKM, Dian mengatakan segmen pasar UMKM ini “sangat luas”.

“Bahkan bisa dikatakan tidak diambil oleh bank-bank yang sudah besar bahkan termasuk BRI. Karena skalanya itu terlalu kecil, mungkin untuk bank besar itu,” ujarnya.

Baca Juga :   OJK: 5 Fokus Pengembangan Pasar Modal Indonesia

BPR, kata dia, harus menjadi community bank, yang menyatu dengan masyarakat di wilayah tertentu. Dengan begitu, BPR dapat menjalankan dengan baik prinsip Know Your Customer (KYC) dalam penyaluran pinjaman.

“Saya berharap BPR ke depan semakin kuat di pangsa pasarnya sendiri. Tidak strictly  kita membuat aturan yang akan memisahkan pasar antara bank umum dan BPR tetapi sesuai dengan maksud dan tujuan BPR akan fokus kepada kegiatan-kegiatan UMKM yang memang sebetulnya cukup besar juga,” ujarnya.

Leave a reply

Iconomics