Dampak Covid-19: Ini Nilai Arus Modal Keluar dan Pertumbuhan 2020
Pandemi Covid-19 disebut menimbulkan kepanikan luar biasa di pasar keuangan dalam negeri. Bahkan tingkat kecemasan investor di pasar saham menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah karean wabah virus corona.
Karena itu, kata Manteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, negara-negara berkembang termasuk Indonesia mengalami arus modal keluar (capital outflow) yang sangat besar. Dibandingkan krisis keuangan 2008 dan taper tantrum 2013, arus modal keluar ini saat ini jauh lebih besar.
“Negara-negara berkembang mengalami arus modal keluar yang sangat besar. Investor mencari aset yang aman, memindahkan aset keuangannya ke safe-haven assets, yaitu emas dan dolar,” kata Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (12/5).
Menurut Sri Mulyani, arus modal keluar sepanjang bulan Januari hingga Maret 2020 mencapai Rp 145 triliun. Angka tersebut lebih besar dibandingkan arus modal keluar pada saat krisis ekonomi pada 2008 senilai Rp 69,6 triliun.
Dalam rangka pencegahan wabah virus corona, kata Sri Mulyani, hampir seluruh negara menerapkan langkah-langkah khusus berupa pembatasan sosial, larangan perjalanan, penutupan perbatasan, penutupan sekolah, kantor, dan tempat ibadah. Bahkan isolasi suatu wilayah.
Langkah-langkah ekstrem lalu berdampak secara sosial ekonomi yang cukup besar. Akibatnya aktivitas ekonomi terganggu dari dua sisi sekaligus, baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran. Selain itu dampak penanganan pandemi ini telah menyebabkan tingkat konsumsi tertekan, tingkat produksi terkendala, dan rantai pasok global terganggu.
“Semua itu berujung pada penurunan output global yang sangat besar,” kata Sri Mulyani.
Karena dampak Covid-19 itu, pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan akan merosot sangat tajam dan mengalami resesi di tahun ini. Sementara proyeksi ekonomi dunia mengalami kemerosotan lebih dari 6%. Dengan demikian, perkiraan pertumbuhan yang ditetapkan Dana Moneter Internasional (IMF) sekitar 3,3% pada awal Januari 2020 mengalami kontraksi menjadi -3,0% pada April 2020.
Sementara itu, kata Sri Mulyani, perkiraan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi akhir tahun ini kemungkinan mengikuti skenario terberat yaitu -0,4%. Perkiraan ini merujuk kepada pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang Kuartal I/2020 sebesar 2,97%. Jadi, proyeksi ini bergeser dari sebelumnya dalam skenario pertumbuhan 2,3%.
“Dampak dari resesi global, banyak masyarakat yang tidak bisa bekerja dan terancam kehilangan sumber pendapatannya. Jika tidak diantisipasi dengan segera, kondisi ini akan menjalar ke sektor keuangan, meningkatkan kredit bermasalah atau bahkan berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan,” katanya.