Hingga Juli 2023, APBN Surplus Rp153,5 Triliun
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Juli 2023 masih tetap sehat. Baik penerimaan negara maupun belaja masih tumbuh positif. Secara keseluruhan APBN masih surplus dengan jumlah penerimaan yang lebih besar dibandingkan belanja.
“APBN bekerja terus, bekerja keras menjaga masyarakat, menjaga ekonomi dan menjaga berbagai program nasional yang menjadi prioritas. Dinamika global tentu harus kita waspadai dan kita mitigasi,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KITA Edisi Juli 2023, Jumat (11/8).
Sampai akhir Juli, realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.614,8 triliun atau 65,6% dari target APBN tahun ini dan tumbuh 4,1% dibandingkan penerimaan negara pada perode yang sama tahun lalu atau Year on Year (YoY).
Realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.109,1 triliun naik 7,8% YoY; penerimaan bea & cukai sebesar Rp149,8 triliun turun 19,1% YoY. Penurunan ini terjadi karena penurunan pendapatan cukai rokok dan penurunan bea keluar seiring dengan penurunan harga CPO dan komoditas ekpsor lainnya.
Selanjutnya, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp355,5 triliun, naik 5,4% YoY.
Di sisi belanja, realisasi belanja mencapai Rp1.461,2 triliun tumbuh tipis 1,2% YoY. Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) mencapai Rp493 triliun, naik 0,4% YoY, belanja Non K/L Rp527,4 triliun, kontraksi 2,4% YoY. Transfer ke daerah telah terealisasi Rp440,9 triliun atau tumbuh 6,6% YoY.
Dengan postur penerimaan dan pendapatan tersebut, keseimbangan primer mengalami surplus sebesar Rp394,5 triliun. Sementara surplus secara keseluruhan mencapai Rp153,5 triliun atau 0,72% darti total Produk Domestik Bruto (PDB).
“Surplus APBN ini memberikan suatu sinyal bahwa APBN kita tetap terjaga kesehatannya untuk bisa menopang dan melindungi rakyat, mendukung pemilihan ekonomi dan untuk menjaga agar agenda-agenda penting nasional seperti pemilu bisa tetap berjalan sesuai dengan jadwal dan stabilitas ekonomi dan keuangan negara tetap terjaga,” ujar Sri Mulyani.
Kondisi APBN yang sehat ini terjadi di tengah kondisi ekonomi global yang melemah. Rata-rata PMI Manufaktur global berada di posisi kontraktif yaitu di bawah 50. Kondisi ini terutama terjadi karena pelemahan aktivitas manufaktur di negara-negara maju seperti Eropa dan Tiongkok.
Secara umum, 72,7% negara di dunia PMI Manufakturnya berada di bawah 50. Sebanyak 9,1% lainnya di atas 50 tetapi dalam tren melambat. Sementara 18,2% dalam posisi di atas 50 dengan tren menguat atau akseleratif, termasuk Indonesia dengan indeks 53,3.
Ekonomi Indonesia sampai dengan kuatral II masih tumbuh positif di 5,17% terutama karena faktor domestik yaitu konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi yang tumbuh secara kuat, mentralisir pelemahan eksternal yaitu ekspor dan impor yang mengalami pelemahan.