Kemendag Tunggu Pendapat Hukum dari Kejagung soal Pembayaran Rafaksi Migor
![](https://the-iconomics.storage.googleapis.com/wp-content/uploads/2023/04/16225703/Isy-Karim.jpg)
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim/Dokumentasi Humas Kemendag
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerapkan prinsip kehati-hatian dan menunggu pendapat hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait pembayaran selisih harga minyak goreng (rafaksi) dalam program satu harga pada 2022. Soalnya, ada perbedaan pendapat soal rafaksi lantaran peraturan menteri perdagangan (Permendag) soal tersebut sudah dicabut.
“(Karena) Permendagnya sudah dicabut berarti seharusnya tidak lagi dibayarkan, ada silang pendapat itu sehingga diputuskanlah nanti minta pendapat hukum dari Kejagung,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Isy mengatakan, untuk menyelesaikan masalah rafaksi itu, Kemendag akan menemui Ketua Umum Asosiasi Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey. Dari pertemuan itu diharapkan tidak ada penyetopan penjualan minyak goreng jenis premium, karena akan berdampak terhadap masyarakat.
“Nanti kita koordinasikan. Intinya jangan sampai kejadian (setop penjualan) seperti itu. Akan menimbulkan masalah baru,” ujar Isy.
Sebelumnya, Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengungkap informasi mengenai rafaksi ketika rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR pada 14 Februari lalu. Ketika itu, Roy memaparkan utang subsidi selisih harga minyak goreng yang belum dibayarkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp 344 miliar kepada 31 perusahaan retail.
Utang itu, kata Roy, berasal dari selisih harga keekonomian migor dengan harga jual ketika pemerintah meminta peretail menjual migor murah pada awal tahun 2023. Sebanyak 42.000 gerai retail modern menerapkan aturan tersebut.
“Proses ini tidak dikomunikasikan kepada peretail modern anggota Aprindo. Jadi utang ini tanda tanya sampai hari ini,” kata Roy.
Selanjutnya, kata Roy, pihaknya juga sudah berupaya beraudiensi bersama BPDPKS. Hasilnya, BPDPKS bersedia membayar apabila sudah ada verifikasi dari pihak yang ditugaskan dan juga sudah mendapatkan rekomendasi dari Kemendag.
Di sisi lain, Kemendag mengatakan kepada Aprindo bahwa Sucofindo selalu pihak yang mendapat tugas untuk melakukan verifikasi data-data selisih harga minyak goreng, belum melaksanakan tugas tersebut, sehingga proses verifikasi dialihkan kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kejaksaan Agung.