OJK Gandeng Kominfo dan Google Berantas Fintech Ilegal
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir aplikasi perusahaan financial technology (fintech) ilegal di Indonesia. Langkah ini disebut sebagai cara OJK melindungi masyarakat dari penawaran-penawaran fintech ilegal.
Direktur Kebijakan dan Dukungan Penyidikan OJK, Tongam Lumban Tobing mengatakan, di samping memblokir, pihaknya juga melaporkan fintech ilegal itu kepada polisi karena diduga ada unsur pidananya. Dengan kenyataan ini, Tongam meminta masyarakat berhati-hati untuk tidak sembarangan mengakses aplikasi ilegal.
“Ini yang kami sosialisasikan kepada masyarakat untuk berhati-hati. Bila ada dugaan tindak pidananya, kami laporkan ke polisi,” kata Tongam yang juga menjadi Ketua Satgas Waspada Investasi di Jakarta Selasa (29/10).
Tongam menuturkan, selain dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, OJK juga bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan teknologi informasi seperti Google untuk mendeteksi sedari awal perusahaan fintech yang diduga ilegal. Beberapa ciri-ciri perusahaan fintech ilegal yang tidak terdaftar di OJK antara lain, bunga pinjaman tidak jelas, alamat peminjaman tidak jelas dan berganti nama, menyebarkan data peminjam dan tata cara penagihan tidak sesuai dengan aturan.
Di samping menggunakan sarana Google Play Store, fintech ilegal juga menawarkan peminjaman melalui link yang perlu diunduh melalui pesan singkat. OJK mencatat penyaluran peminjaman fintech ilegal mencapai sekitar Rp 54,7 triliun, dengan jumlah 530.385 peminjam dan jumlah 12,8 juta pemberi pinjaman hingga per 31 Agustus 2019.
Sementara itu, kata Tongam, ada sekitar 127 perusahaan fintech Peer to Peer (P2P) peminjaman yang terdaftar secara legal di OJK. Tapi, jumlah perusahaan fintech ilegal juga masih cukup besar. Buktinya, OJK telah memberhentikan sekitar 1.773 entitas fintech P2P peminjaman ilegal sepanjang 2018 hingga Oktober 2019.