OJK Terus Lanjutkan Konsolidasi dan Bersih-bersih BPR dan BPRS

0
36

Otoritas Jasa Keuangan [OJK] menyatakan penguatan industri Bank Perekonomian Rakyat [BPR] dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah [BPRS] terus dilakukan baik melalui konsolidasi dengan cara merger dan akuisisi maupun pembubaran BPR/BPRS yang bermasalah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengungkapkan per Maret 2024, jumlah BPR/BPRS tercatat sebanyak 1.566, berkurang dari 1.623 BPR/BPRS pada Desember 2021.

Pengurangan ini diperkirakan terus terjadi beberapa waktu ke depan. Selain telah mencabut izin 11 BPR/BPRS selama 2024 ini – hingga 13 Mei – upaya mendorong konsolidasi terus dilakukan.

Dian mengungkapkan, sampai dengan Maret 2024, terdapat 43 BPR/BPRS yang telah melakukan konsolidasi melalui merger menjadi 14 BPR/BPRS.

“Kemudian masih ada 25 BPR/BPRS dalam proses konsolidasi menjadi 8 BPR/BPRS dan terdapat 32 BPR/BPRS yang sedang dalam pemenuhan kelengkapan dokumen konsolidasi menjadi 10 BPR/BPRS,” ujar Dian dalam konferensi pers bulanan di Jakarta, Senin (13/5).

OJK juga bakal menerpakan kebijakan Single Presence Policy yang mewajibkan satu orang tidak boleh memiliki banyak BPR/BPRS, tetapi “misalnya hanya boleh memiliki satu BPR/BPRS.” BPR/BPRS yang dimilikinya digabung menjadi satu perusahaan.

Baca Juga :   OJK Terbitkan Aturan untuk Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Konvensional dan Syariah, Apa yang Diatur?

Kebijakan Single Presence Policy ini, tambah Dian, “akan secara signifikan mengurangi jumlah BPR.”

“Kami perkirakan akan berjumlah ratusan pengurangannya. Tetapi ini tentu akan dengan penguatan yang luar biasa besar,” ujarnya.

Konsolidasi BPR/BPRS juga akan dilakukan melalui penguatan permodalan. Dian mengatakan, meski modal minimum untuk BPR relatif kecil, tetapi “sampai saat ini masih cukup banyak BPR yang belum memenuhi ketentuan permodalan minimum.”

Penguatan permodalan ini, kata dia, diharapkan juga akan mendorong terjadinya merger sukarela.

Meski jumlah BPR/BPRS terus berkurang, menurut Dian, secara industri kinerjanya tetap baik. Aset, kredit dan Dana Pihak Ketiga [DPK] tetap tumbuh positif.

Per akhir 2023, mengutip Laporan Surveillance Perbankan Indonesia, total aset BPR/BPRS mencapai Rp218,16 triliun, tumbuh 7,76% year on year. Total penyaluran kredit/pembiayaan BPR/BPRS per akhir 2023 sebesar Rp157,81 triliun naik 9,79%. Sementara total DPK per akhir 2023 sebesar Rp153,17 triliun, tumbuh 9,11%.

“Jadi, sebetulnya konsolidasi BPR itu sudah terbukti memperkuat ketahanan permodalan bank, tentu juga dengan penguatan penerapan tata kelola dan manajemen risiko, sehingga justru nilai tambah BPR dan BPRS terhadap masyarakat, UMKM dan perekonomian itu justru akan semakin meningkat,” ujar Dian.

Baca Juga :   OJK Ungkap Masih Ada 0,3% Pemegang Polis Jiwasraya Tolak Restrukturisasi, Bagaimana Nasibnya?

Mengapa BPR/BPRS Diperkuat?

Dian mengatakan penguatan BPR/BPRS sejalan dengan amanat Undang Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan [P2SK].

Berdasarkan UU P2SK, BPR/BPRS bisa melakukan penawaran umum saham perdana di bursa efek. Selain itu, BPR/BPRS juga dapat terlibat dalam sistem pembayaran dan kegiatan usaha lainnya.

Ia mengatakan, dari waktu ke Waktu, usaha BPR/BPRS semakin mendekati bank umum, sehingga tata kelola [governance] dan kinerja [performance] tentu harus diperkuat.

Karena itulah sebagai bagian dari upaya penguatan BPR/BPRS ini, OJK juga mencabut izin usaha BPR/BPRS yang tidak bisa diselamtkan lagi baik karena tata kelola yang buruk maupun masalah keuangan.

Meski dicabut izin usahanya, Dian memastikan OJK tetap memberikan perlindungan kepada masyarakat.

“Jadi, masyarakat akan memiliki keyakinan bahwa nanti BPR-BPR yang beroporasi itu adalah BPR yang betul-betul sehat, BPR-BPR yang bebas dari segala jenis kelemahan, termasuk juga segala jenis fraud yang terjadi di BPR itu,” ujarnya.

Leave a reply

Iconomics