Pengamanan Perkara dan Markus di Pusaran Kasus BTS 4G, Apa Peran Menpora?

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Ario Bimo Nandito Ariotedjo atau Dito Ariotedjo (kedua dari kiri) sebagai saksi dalam kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) BTS 4G/Iconomics
Keterangan resmi dari Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait pemanggilan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Ario Bimo Nandito Ariotedjo atau Dito Ariotedjo sebagai saksi dalam kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tahun 2020 hingga 2022.
Dito dihadirkan sebagai saksi untuk tersangka Windi Purnama (orang kepercayaan Irwan Hermawan terdakwa sekaligus komisaris PT Solitech Media Synergy) dan Ketua Komite Tetap Energi Terbarukan Kadin, Muhammad Yusrizki, yang juga Direktur PT Basis Utama Prima (BUP). Perusahaan ini merupakan milik Hapsoro Sukmonohadi atau Happy Hapsoro (suami Ketua DPR Puan Maharani) dan Arsjad Rasjid (Ketua Umum Kadin Indonesia).
“Pemeriksaan ini dilakukan dalam rangka mencari titik terang terkait informasi aliran dana yang diterima saksi Dito. Dalam pemeriksaan, tim penyidik mengajukan 24 pertanyaan yang dijawab dengan baik dan transparan oleh Dito,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan resminya, Senin (3/7).
Selepas pemeriksaan Dito, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi mengungkap pemeriksaan terhadap menteri termuda dalam Kabinet Indonesia Maju itu tidak terkait dengan kasus korupsi proyek BTS 4G Bakti Kemenkominfo. Dugaan sementara dalam rangka mengendalikan penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo.
“Kegiatan tersebut sudah di luar pokok perkara dari kasus BTS 4G Bakti Kemenkominfo,” kata Kuntadi dalam keterangan resminya di Gedung Bundar Kejagung, Senin (3/7).
Informasi aliran dana untuk mengendalikan perkara BTS 4G, kata Kuntadi, bersumber dari terdakwa Irwan Hermawan. Dalam keterangannya di berita acara pemeriksaannya (BAP) sebagai saksi dalam kasus itu, Irwan mengungkap mengumpulkan dana dari 7 sumber dan menyalurkan kepada 11 penerima di antaranya bernama Dito Ariotedjo.
Berdasarkan informasi tersebut, kata Kuntadi, pihaknya sedang mendalami kebenaran peristiwa pengendalian atau pengamanan perkara BTS 4G itu. Karena itu, penyidik lantas membatasi pemeriksaan terhadap Dito dan tidak mencampuradukkannya dengan kasus BTS 4G yang sudah selesai.
“Itu kan keterangan dari saudara Irwan (terdakwa kasus BTS 4G). Kalau memang itu ternyata faktanya ada, itu penghalang-halangan penyidikan,” ujar Kuntadi.
Kuntadi menambahkan, pemanggilan Dito tersebut untuk mengecek kebenaran aliran dana senilai Rp 27 miliar sebagaimana diungkap dalam BAP Irwan. Sementara untuk nama-nama yang lain, sepanjang diperlukan, penyidik akan mendalaminya.
“Pasti kami panggil (10 nama lainnya), tapi kalau itu masih bersifat asumsi, tentu saja kami tidak bisa bermain di sana,” ujar Kuntadi.
Terkait pengendalian atau pengamanan perkara kasus BTS 4G, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) juga menyinggungnya dalam permohonan praperadilan tidak sahnya penghentian TPPU dalam kasus korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo pada 15 Juni lalu. Pada poin 8 permohonannya, MAKI meminta penyidik Kejagung menjerat mereka yang diduga terlibat dalam perkara korupi BTS 4G dengan TPPU.
Mereka yang pantas dijerat TPPU menurut MAKI adalah Johnny G. Plate (mantan Menkominfo), Anang Achmad Latif (mantan Dirut Bakti), Jimmy Setjiawan (PT Fiberhome Technologies Indonesia dan pemilik PT Sansaine Exindo, subkontraktor untuk paket 1 dan paket 2 proyek BTS 4G), Yusrizki (PT BUP) dan oknum anggota Komisi I DPR yang menerima uang, oknum anggota BPK, seluruh pemilik perusahaan pemborong dan pemilik perusahaan subkontraktor serta makelar kasus.
Bahkan, tulis MAKI, diduga terdapat makelar kasus lain dengan nama samaran Pinangku Dening Sirra, yang diduga terlibat mengurusi pemborong besar pada proyek BTS 4G sebagai pihak penadah TPPU. Juga memanfaatkan penanganan kasus korupsi aquo untuk memperkaya diri sendiri atau pihak lain secara melawan hukum, yang mengakibatkan penanganan perkara menjadi tebang pilih.
Dalam berbagai pemberitaan sepekan terakhir, khususnya Republika menuliskan BAP Irwan Hermawan sebagai saksi yang menyebutkan menerima uang sekitar Rp 243 miliar. Sumber uang itu terdiri atas 7 sumber yang berbeda dalam rentang waktu 2021-2022.
Dalam keterangan itu, Irwan mengaku sama sekali tidak menikmati uang yang diduga terkait dengan proyek BTS 4G. Justru uang itu dipergunakan untuk mengalirkannya ke sejumlah pihak sesuai dengan perintah Anang Latif (mantan Dirut Bakti Kominfo ) ke-11 penerima.
Adapun 7 sumber dana yang dikumpulkan Irwan meliputi Jemmy Sutjiawan Rp 37 miliar rentang April 2021- Juli 2022. Selanjutnya, penerimaan uang dari Steven Setiawan Sutrisna selaku Direktur PT Waradana Yusa Abadi senilai Rp 28 miliar periode akhir 2021 hingga pertengahan 2022.
Kemudian, dari JIG Nusantara senilai Rp 26 miliar pada awal dan pertengahan 2022. Lalu, dari SGI Rp 28 miliar pada pertengahan 2022. Selanjutnya, dari Yusrizki (PT Basis Utama Prima), Irwan menerima setoran Rp 60 miliar pada pertengahan 2022. Begitu pula dari PT Aplikanusa Lintasarta pada 2022, Irwan menerima senilai Rp 7 miliar.
Terakhir Irwan menerima uang dari PT PT Surya Energi Indotama (SEI) dan Jemmy Sutjiawan senilai Rp 57 miliar pada 2022. Dari semua dana yang diterima Irwan, sesuai dengan BAP-nya itu, totalnya Rp 243 miliar.
Selanjutnya, berdasarkan arahan Anang Latif, Irwan menyalurkan dana itu untuk 11 penerima. Adapun 11 penerima dana dari Irwan adalah staf menteri Rp 10 miliar (April 2021-Oktober 2022); Anang Latif Rp 3 miliar (Desember 2021); Pokja, Feriandi dan Elvano Rp 2,3 miliar (pertengahan 2022); Latifah Hanum Rp 1,7 miliar (Maret dan Agustus 2022); Nistra Rp 70 miliar (Desember 2021 dan pertengahan 2022); Erry (Pertamina) Rp 10 miliar (pertengahan 2022); Windu dan Setyo Rp 75 miliar (Agustus-Oktober 2022); Edwar Hutahaean Rp 15 miliar (Agustus 2022); Dito Ariotedjo Rp 27 miliar (November-Desember 2022); Walbertus Wisang Rp 4 miliar (Juni-Oktober 2022); dan Sadikin Rp 40 miliar (pertengahan 2022).
Keterangan Irwan dan Windi
Keterangan Irwan ini setidaknya ada yang sesuai BAP Windi Purnama sebagai tersangka yang dimiliki The Iconomics. Dalam BAP-nya, Windi mengaku menjadi kurir untuk mengambil dan mengantarkan uang sebagaimana arahan Irwan dan Anang Latif.
“Saya diminta menjadi kurir mengantar dan mengambil uang dari pihak-pihak yang diminta Irwan. Misalnya saya mengambil uang dari Bayu (PT Sarana Global Indonesia), Steven (PT Waradana Yusa Abadi), Winston/Tri (PT Surya Energi Indotama), anak buah Jemmy Sutjiawan (PT Fiberhome Technologies Indonesia) dan lain sebagainya,” kata Windi seperti yang termuat dalam BAP-nya.
Sementara hubungannya dengan Anang Latif, Windi mengaku mendapat arahan untuk menyerahkan uang kepada sejumlah pihak seperti Yunita, Feriandi Mirza, Jenifer, lalu nomor telepon atas nama Sadikin. Uang tersebut diserahkan di Plaza Indonesia, Jakarta.
“Untuk Nistra Komisi I DPR RI saya serahkan di Andara, di Sentul,” ujar Windi lagi.
Masih merujuk BAP Windi disebutkan bahwa dirinya, Anang Latif dan Irwan merupakan teman lama. Khususnya dengan Anang Latif, Windi menyebutkan merupakan teman sejak SMP, SMA hingga kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB).
“Begitu juga dengan Irwan Hermawan, saat kumpul-kumpul, saya, Anang Latif dan Irwan, Anang Latif bercerita tentang proyek BTS. Saya melihat proyek ini sangat ambisius, apa mungkin dibangun sekian dan memakai microwave,” kata Windi.
Leave a reply
