PPATK Beberkan Modus Bandar Menyamarkan Uang Hasil Judi Online
Selain piawai menghindari pemblokiran oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), bandar judi online juga lihai dalam menyamarkan uang hasil transaksi judi online.
Deputi Bidang Strategi dan Kerja Sama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Tuti Wahyuningsih, mengungkapkan modus-modus yang digunakan oleh para pelaku ini sangat variatif, mulai dari penggunaan money changer melalui penukaran valuta asing hingga kedok transaksi bisnis ekspor-impor.
“Salah satu pola yang sering ditemui oleh PPATK adalah penggunaan money changer sebagai sarana pencucian uang hasil judi online,” ujarnya dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema ‘Komitmen Satgas Berantas Judi online’, Senin (19/8).
Dalam modus ini, ia memaparkan, pelaku memanfaatkan layanan money changer untuk menyamarkan asal-usul dana yang didapatkan dari aktivitas ilegal tersebut. Para pelaku biasanya melakukan penukaran uang dalam jumlah besar dengan alasan bisnis, namun uang tersebut sebenarnya berasal dari hasil perjudian online.
Selain penggunaan money changer, para pelaku judi online juga menggunakan transaksi ekspor-impor sebagai kedok untuk menyamarkan dana ilegal. Dalam modus ini, pelaku akan membuat perusahaan fiktif atau menggunakan perusahaan yang sudah ada untuk melakukan transaksi ekspor-impor yang sebenarnya tidak terjadi.
Dana yang dihasilkan dari judi online kemudian ditransfer antar negara melalui rekening perusahaan tersebut seolah-olah sebagai pembayaran atas barang atau jasa yang diimpor atau diekspor. Tuti menjelaskan bahwa modus ini semakin marak karena memberikan keuntungan ganda bagi pelaku, yaitu menyamarkan asal-usul uang sekaligus menghindari deteksi oleh otoritas keuangan.
“Dengan memanfaatkan transaksi ekspor-impor palsu, para pelaku judi online dapat mentransfer dana dalam jumlah besar ke luar negeri tanpa menimbulkan kecurigaan, karena transaksi ini terlihat seperti bagian dari kegiatan bisnis yang sah,” ujarnya.
PPATK juga menemukan adanya pola penggunaan rekening yang didaftarkan atas nama pelajar atau individu dengan profil penghasilan rendah. Pelaku judi online memanfaatkan kelemahan ini untuk melakukan transaksi, dengan harapan tidak akan menarik perhatian karena dianggap sebagai rekening dengan aktivitas ekonomi yang rendah.
“Mereka sengaja menggunakan rekening yang terdaftar atas nama individu dengan profil ekonomi rendah untuk melakukan transaksi dalam jumlah besar, dengan harapan aktivitas mereka tidak akan terdeteksi oleh sistem pengawasan bank,” kata Tuti.
Dalam menghadapi beragam pola indikasi transaksi judi online ini, PPATK telah melakukan berbagai langkah strategis, termasuk peningkatan analisis transaksi keuangan dan kolaborasi dengan lembaga lain seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kepolisian. Tuti menegaskan kerja sama lintas sektor ini sangat penting untuk memberantas perjudian online yang semakin kompleks.
“Kolaborasi antara PPATK dengan berbagai lembaga adalah kunci dalam memerangi judi online. Kami terus memperkuat analisis transaksi dan berbagi informasi dengan OJK serta Kepolisian untuk memastikan setiap langkah penindakan didukung oleh data yang akurat dan terverifikasi,” jelas Tuti.
Dengan komitmen kuat dan dukungan penuh dari lembaga terkait, upaya untuk memberantas judi online di Indonesia diharapkan dapat semakin efektif dan berdampak positif bagi stabilitas ekonomi serta keamanan masyarakat.
Transaksi Terus Meningkat
Tuti mengungkapkan, nilai perputaran uang dari aktivitas judi online ini terus meningkat. Tahun 2017, perputaran uang dari aktivitas ilegal ini baru mencapai Rp2 triliun. Lalu, meningkat menjadi Rp15 triliun pada 2020 dan meningkat tajam menjadi Rp327 triliun pada 2023.
“Per Juni 2024, perputaran uangnya adalah Rp174 triliun, melibatkan 117 juta transaksi,” ujar Tuti.
Tahun 2023, jelas Tuti, sebayak 3,7 juta masyarakat Indonesia yang terlibat judi online. Jumlah dana yang mereka depositkan untuk melakukan transaksi mencapai Rp34 triliun.
Pada kesempatan yang sama, Teguh Arifiyadi, Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo mengatakan, mayoritas pemain judi online di Indonesia adalah golongan ekonomi menengah ke bawah.
“Sehingga dampak ekonominya sangat terasa,” ujar Teguh.
Tak hanya dampak ekonomi, judi online ini juga meningkatkan kasus kriminalitas dan perceraian dan lainnya.
Karena itu, Teguh mengatakan perlu ada kerja sama lintas lembaga dalam menangani judi online ini.
“Kominfo mau berapa kali pun kami melakukan pemutusan akses atau pemblokiran, tidak akan bisa tuntas karena kita hanya bermain di hilir, di sisi pencegahan. Di hulunya harus kita kerjasamakan,” ujarnya.
Teguh mengatakan, lembaganya menghadapi tantangan reproduksi konten dari para pelaku yang begitu cepat.
“Per hari bisa 15-20 ribu situs atau aplikasi judi online baru hadir,” ujarnya.
Ia berkata, para pelaku ini bergerak cepat “membuat mekaniseme atau cara untuk mengakali,” tindakan pemblokiran yang dilakukan pemerintah.
“Bagaimana mesin pencari yang tadinya kita blok keyword-nya, mereka bikin keyword baru. Keyword judi online saat ini jumlahnya sudah lebih dari 25 ribu. Dulu kita hanya tahu slot, gacor, sekarang sudah banyak sekali. Dan itu terus tumbuh,” ujar Teguh.