Strategi Bank Digital Memenangkan Kompetisi
Persaingan antar bank digital dengan sesama bank digital maupun dengan layanan digital bank konvensional akan terus menghangat. Oleh karena itu, bank digital harus memikirkan strategi agar bisa bertahan dan tidak ditinggalkan nasabahnya.
“Tantangan ke depan perusahaan bank digital adalah menangkap perubahan selera pasar. Ini titik kritisnya,” kata Ahli Pemasaran sekaligus Wakil Rektor I Universitas Prasetiya Mulya, Prof. Agus W. Soehadi dalam keterangannya.
Ia juga mengatakan keputusan atas suatu produk atau layanan tidak lagi bergantung pada pemangku kebijakan di perusahaan. Justru, setiap keputusan terkait produk dan layanan harus kembali kepada selera konsumen. Pada akhirnya, konsumen yang akan menentukan apakah mereka akan setia menggunakan layanan bank tersebut atau beralih ke bank lain yang dianggap menawarkan ekosistem layanan yang lebih baik.
Menurut Agus, cara lama seperti membakar uang untuk memberikan promosi atau benefit tertentu kepada nasabah sudah tidak terlalu efektif, dan tidak terlalu baik bagi keberlanjutan bisnis. Oleh karena itu, kemampuan perusahaan menangkap selera pasar saja tidak cukup, perlu kejelian yang diterjemahkan dalam bentuk inovasi layanan dan produk.
Agus melihat bank-bank digital masih berkompetisi dengan menghadirkan ekosistem layanan dan produk yang lengkap demi memenuhi kebutuhan setiap segmen konsumen. Cara ini memang terbukti menarik minat konsumen. Dengan demikian, aplikasi bank digital akhirnya bisa memberikan layanan menyeluruh, mulai dari layanan reguler seperti rekening tabungan, pembayaran digital, maupun pembiayaan.
“Beberapa bank juga sudah mengintegrasikan produk investasi dan dompet digital, sehingga nasabah mendapatkan pengalaman lengkap,” kata Agus.
Ke depannya, menurut Agus, inovasi perbankan digital perlu diarahkan kepada layanan dan produk yang lebih terpersonalisasi. Sehingga nasabah pun akan merasa bank sangat memahami kebutuhan mereka. Hal ini sangat mungkin dilakukan, karena dibandingkan perusahaan bank konvensional, perusahaan bank digital bisa bergerak lebih luwes dan lincah dalam berinovasi dengan dukungan teknologi informasi. Apalagi saat ini ada teknologi kecerdasan buatan yang bisa dimanfaatkan untuk menganalisa perilaku konsumen.
Beberapa jenis layanan dan produk terpersonalisasi yang bisa dikembangkan bank, menurut Agus, antara lain produk investasi yang disesuaikan dengan kondisi keuangan nasabah. Selain itu bisa juga semacam pengingat atau notifikasi atas transaksi rutin setiap nasabah, atau sistem perencanaan keuangan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan personal setiap nasabah.
Direktur Digital dan Operasional PT Bank Raya Indonesia Tbk, Bhimo Wikan Hantoro mengatakan bank digital perlu memikirkan strategi akuisisi konsumen yang tepat.
“Di perusahaan kami, hal terpenting adalah biaya untuk akuisisi konsumen ini harus jauh lebih rendah dibanding dengan customer lifetime value (CLV) kami,” katanya. CLV sendiri merupakan indikator yang digunakan untuk menentukan nilai dari pelanggan sebuah perusahaan. Menurut Bhimo, setiap investasi yang dikeluarkan untuk mengakuisisi konsumen harus menghasilkan penggunaan produk secara organik tanpa didorong oleh gimmick marketing yang berlebihan.
Lebih dari 90% proses internal di Bank Raya, kata Bhimo, telah dilakukan secara terautomasi. Dalam hal inovasi pun, ia mengatakan Bank Raya terus menghadirkan produk baru agar bisa memenuhi kebutuhan nasabah. Sepanjang 2021-2022, sebagai contoh, Bank Raya mengajukan 8 izin (produk baru) ke Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia.
“Ini merupakan upaya kami untuk menangkap kebutuhan niche market yang berbeda dengan target pasar Bank BRI yang lebih massal. Dan kami menyadari bahwa kebutuhan niche market ini terus berubah sesuai perkembangan zaman,” kata Bhimo.
Pembeda bank digital dengan bank konvensional adalah aspek costumer journey alias pengalaman nasabah saat menggunakan aplikasinya. Bhimo sepakat bahwa perusahaan bank digital harus mampu menghadirkan layanan dan produk yang sangat terpersonalisasi bagi para nasabahnya.
“Bank harus membuat nasabah merasa nyaman setiap kali berinteraksi dengan kami, baik melalui aplikasi atau saluran lain. Cara membuat nyaman mereka adalah dengan menyediakan layanan yang memahami kebutuhan setiap nasabah.”
Head of Customer Engagement di PT Bank Jago Tbk, Lena Chow mengatakan kendati potensi pasar perbankan digital di Indonesia masih sangat besar, tantangan yang dihadapi industri ini juga cukup kompleks. Salah satunya adalah bagaimana bank digital memperluas penetrasi kepada masyarakat. “Kunci utama untuk memperluas penetrasi ini adalah dengan memperbanyak pengguna ponsel pintar terlebih dahulu,” kata Lena.
Menurut Lena, belum semua pengguna ponsel pintar sudah memiliki kebutuhan perbankan digital. Kebutuhan itu baru akan muncul jika masyarakat sudah mulai merasa nyaman dengan internet dan memiliki kebiasaan melakukan transaksi keuangan digital.
Lena mengatakan kehadiran bank digital bisa mendorong peningkatan jumlah masyarakat yang terlayani oleh perbankan. Sifat bank digital yang fleksibel dan produk yang beragam juga bisa turut meningkatkan literasi keuangan masyarakat.
“Masyarakat bisa tahu bahwa layanan bank bukan hanya untuk menyimpan uang, tapi juga untuk memperoleh pembiayaan, investasi, dan lainnya,” terang Lena.
Menurutnya, bank digital bisa memanfaatkan peluang dari kondisi tersebut dengan menyediakan ekosistem layanan menyeluruh bagi konsumennya. Ia mengatakan selain untuk kebutuhan penyimpanan uang dan pembiayaan, bank digital juga bisa menjadi semacam alat mengelola keuangan yang bisa dimanfaatkan masyarakat. Layanan semacam ini yang pada akhirnya bisa membuat nasabah bank digital mendapatkan pengalaman menyeluruh dan bisa menjadi nasabah loyal.