6 Faktor Ini Disebut Penyebab BUMN Karya Tertekan

0
393

Bisnis jasa konstruksi dinilai cukup rentan dan berisiko karena adanya perubahan dari aspek ekonomi. Perubahan dalam aspek tersebut dipastikan akan berdampak terhadap bisnis jasa konstruksi terlebih kontrak proyek jasa konstruksi mencapai 3 hingga 4 tahun.

Oleh karena itu, kata Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) Budi Harto, panjangnya waktu kontrak proyek tersebut dalam perjalanannya seringkali terjadi perubahan-perubahan yang berdampak kepada perusahaan. Itu sebabnya, kondisi yang menimpa BUMN Karya termasuk perusahaannya menjadi perhatian utama saat ini.

“BUMN Karya ini akan penyedia jasa konstruksi bagi pemerintah dan kenapa BUMN Karya saat ini mengalami beberapa permasalahan, akan saya paparkan beberapa titik kelemahannya,” kata Budi dalam sebuah diskusi virtual beberapa waktu lalu.

Budi mengatakan, bahwa kondisi keuangan BUMN Karya saat ini mengalami tekanan setidaknya karena 6 faktor. Pertama, seleksi atau persaingan usaha yang cukup ketat. Berdasarkan aturan, BUMN Karya wajib mengikuti seleksi untuk mendapatkan sebuah kontrak proyek dan bersaing dengan BUMN-BUMN lainnya.

Dampak dari persaingan usaha ini, kata Budi, justru menyebabkan BUMN Karya tidak mendapatkan harga yang berkualitas. Secara garis besar harga yang berkualitas itu hanya sekitar 90% dari harga perkiraan sendiri (HPS) oleh pemilik proyek. Faktanya bahwa HPS itu umumnya di bawah 80% dari HPS sehingga berisiko menimbulkan kerugian.

Baca Juga :   Harapan Korban Indosurya: Kami Ingin Dana Kembali

“Kedua, bisnis ini rentan terhadap perubahan lingkungan ekonomi sehingga kami berhadapan dengan risiko kerugian yang besar,” ujar Budi.

Selanjutnya, kata Budi, BUMN Karya juga dituntut untuk berkembang dalam hal penguasaan teknologi yang akan diuji dalam beberapa proyek. Akan tetapi, kenyataannya beberapa BUMN Karya justru mengikuti beberapa proyek yang teknologinya belum sepenuhnya dikuasai. Semisal, dalam engineering, procurement and construction (EPC) yang bisa menimbulkan kerugian yang besar.

Keempat, kata Budi, dari sisi finansial juga menuntut perseroan untuk berkembang sehingga bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi. Tetapi, seringkali semangat berkembang BUMN Karya itu berlebihan semisal berinvestasi di bidang-bidang yang secara ekonomi belum layak. Celakanya investasi tersebut menggunakan dana-dana dari pinjaman sehingga tentu saja sangat berisiko.

“Kelima, semua BUMN Karya masuk dalam bisnis properti. Bisnis properti kan siklusnya naik-turun. Ini kan sesuatu yang tidak sehat, jangan semua di bisnis yang sama. Ini risikonya juga besar karena sebagai pengembang harus sediakan bank tanah dalam jangka panjang yang dananya berasal dari pinjaman,” kata Budi.

Baca Juga :   Hutama Karya Peroleh 5 Proyek Baru dengan Nilai Rp4 Triliun

Faktor terakhir, kata Budi, berkaitan dengan memasuki pasar luar negeri. Dalam hal ini BUMN Karya harus berhati-hati karena adanya perbedaan hukum dan budaya di tiap-tiap negara. Kontraktor asing yang masuk Indonesia atau negara lain mengikuti uang dari negara tersebut apakah dibiayai oleh pinjaman atau investasi dari negara itu di Indonesia. Dengan demikian, mereka aman dan terlindungi dari perselisihan-perselisihan yang ada dalam proyek tersebut.

“Karakteristik proyek konstruksi selalu ada perubahan. Dan perubahan itu terkadang menimbulkan perselisihan antara penyedia jasa konstruksi dan kontraktor dan seringnya penyedia jasa sering dirugikan. Namun demikian, faktor pasar luar negeri ini penting untuk mengukur kemampuan perusahaan. Jadi, 6 faktor ini yang kami identifikasi mengapa BUMN Karya sedang tertekan,” kata Budi.

 

Leave a reply

Iconomics