Sri Mulyani: Ekonomi Indonesia Memang Terjaga Baik, Tetapi Kasus Silicon Valley Bank Patut Diwaspadai
![](https://the-iconomics.storage.googleapis.com/wp-content/uploads/2022/12/23141817/srimulyani-905x613.jpg)
Tangkapan layar, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui kondisi perekonomian Indonesia memang relatif terjaga dengan baik. Ia optimistis bahwa tahun 2023 ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di kisaran 5,0% hingga 5,3%. Bahkan pada triwulan pertama 2023 ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup kuat, terutama ditopang oleh permintaan dalam negeri (domestic demand) dan investasi.
Tetapi, ibu Bendahara Negara RI ini menambahkan, yang patut diwaspadai adalah kondisi pasar global. Aktivitas perekonomian global yang lesu, menurutnya, menyebabkan ekspor dan impor Indonesia pada tahun ini diperkirakan turun cukup dalam.
Kondisi global kini makin diperparah oleh penutupan Silicon Valley Bank (SVB), sebuah bank kecil skala regional di Amerika Serikat, tetapi telah menimbulkan guncangan yang signifikan dari sisi kepercayaan deposan di negara Paman Sam itu.
Oleh karena itu, tambah Sri Mulyani, pemerintah Amerika yang tadinya tidak memberikan dana talangan atau bailout, kemudian memutuskan melakukan bailout, dengan menjamin seluruh deposito dari SVB.
“Ini tentu adalah satu pelajaran yang perlu untuk kita lihat. Bahwa bank yang kecil di dalam posisi tertentu bisa menimbulkan persepsi sistemik,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa edisi Maret 2023, Selasa (14/3).
Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) pun telah memberikan kepastian untuk penyelamatan dari dana deposan baik yang insured maupun yang non insured.
Penyebab gagalnya SVB tentu menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Menurut Sri Mulyani, setidaknya ada beberapa hal yang menyebabkan bank tersebut masuk dalam jurang kebangkrutan.
Pertama, SVB adalah bank yang khusus mendanai perusahaan rintisan atau startup. Pada tahun 2022 lalu, banyak diantara perusahaan rintisan ini yang mengalami penurunan kinerja.
Kedua, SVB mengalami kenaikan deposito lebih dari 3 kali lipat hanya dalam waktu kurang dari dua tahun. Deposito yang sangat banyak ini, tetapi kemudian tidak diimbangi dengan penyaluran kredit. Saat deposito melonjak, penyaluran kredit justru tertahan karena kinerja dari perusahaan rintisan yanng didanainya sedang mengalami penurunan signifikan. Kondisi inilah yang menyebabkan neraca keuangan SVB mengalami tekanan.
Ketiga, kenaikan suku bunga oleh Federal Rerserve. Menurut Sri Mulyani, perolehan deposito yang meningkat di SVB dibelikan surat berharga negara Amerika Serikat yang jangkanya panjang. Celakanya, surat berharga negara ini mengalami penurunan nilai karena interest rate dari Federal Reserve yang naik. Kenaikan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serkat yang sangat agresif, menyebabkan harga surat berharga negara mengalami penurunan dan imbal hasil atau yield-nya naik.
“Ini semuanya yang menyebabkan SVB dari sisi balance sheet-nya tiba-tiba mengalami penurunan. Dan tumbul rumor, sehingga terjadi bank run (penarikan dana secara masif pada waktu yang cepat). Situasi ini adalah situasi yang bisa berkembang hanya dalam waktu 1×24 jam. Itulah yang kita lihat dengan SVB ini. Makanya, kita juga perlu untuk terus waspada karena yang disebut transmisi dari persepsi dan psikologi itu bisa menimbulkan situasi yang cukup signifikan bagi sektor keuangan seperti yang kita lihat di Amerika Serikat,”ujar Sri Mulyani.
Namun, tambah Sri Mulyani, efek yang ditimbulkan oleh kebangkrutan SVB saat ini tidak sama dengan efek yang ditimbulkan oleh penutupan Lehman Brothers tahun 2008. Meski demikian, Sri Mulyani berharap otoritas di Amerika Serikat bisa segera menstabilkan kondisi sektor keuangannya. Walaupun upaya menstabilkan ini juga terganjal oleh pernyataan hawkish dari Ketua Dewan Federal Reserve Jerome H. Powell yang masih mengisyaratkan kenaikan suku bunga acuan ke depan. Stance kebijakan moneter The Fed yang disampaikan di hadapan Kongres AS pekan lalu justru membuat volatilitas di pasar keuangan.
“Indonesia alhamdulillah masih dalam situasi yang cukup baik dilihat dari pergerakan nilai tukar dan juga capital flow,” ujar Sri Mulyani.