BPK Temukan 6 Permasalahan dari Hasil Audit di OJK, Apa Saja?

0
131
Reporter: Rommy Yudhistira

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 6 permasalahan pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang meliputi 3 kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan 3 soal kepatuhan. Sebagaimana yang terdapat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2023 BPK, persoalan tersebut dinilai tidak mempengaruhi secara material terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan OJK tahun 2022.

Temuan BPK tersebut meliputi, OJK tidak mengenakan pungutan kepada 242 lembaga keuangan mikro (LKM), 105 ahli syariah pasar modal (ASPM, dan 13 layanan urun dana (LUD) yang telah memperoleh izin usaha dari OJK. “Akibatnya, potensi kekurangan pendapatan pungutan biaya tahunan tahun 2022 minimal sebesar Rp 2,56 miliar dari LKM, serta potensi kekurangan pendapatan pungutan dari ASPM dan LUD, belum dapat diperhitungkan,” tulis BPK dalam IHPS I 2023 yang dikutip pada Rabu (6/12).

Karena itu,  BPK merekomendasikan kepada ketua Dewan Komisioner OJK untuk melakukan kajian teknis tentang penetapan besaran tarif pungutan atas LKM. Berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk mendapatkan tingkat kemajuan dalam usulan penyempurnaan peraturan pemerintah mengenai tarif pungutan industri jasa keuangan lainnya di sektor pasar modal yakni ASPM dan LUD.

Baca Juga :    'Kami Tahu Terlambat Sedikit Saja Mereka Sudah Ribut'; Respons Cepat LPS Bayar Klaim Penjaminan Bank Gagal

Temuan berikutnya, BPK mencatat bahwa OJK belum mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas biaya personel pada kontrak pengadaan jasa petugas layanan konsumen. Persoalan itu mengakibatkan kekurangan penyetoran PPN sebesar Rp 1 miliar.

Terhadap itu, OJK merekomendasikan kepada ketua Dewan Komisioner OJK untuk memerintahkan deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen menyelesaikan kekurangan pengenaan PPN ke kas negara sebesar Rp 1 miliar.

Selanjutnya, BPK menemukan pembayaran biaya ujian sertifikasi dan registrasi keanggotaan tahun pertama pada kontrak pengadaan jasa konsultasi pelatihan dan ujian sertifikasi profesi internasional certified fraud examiner (CFE) masih menggunakan kurs asumsi berdasarkan tagihan rekanan. Hal itu mengakibatkan kelebihan pembayaran karena selisih kurs sebesar Rp 100,75 juta.

Mengenai hal itu, BPK merekomendasikan kepada ketua Dewan Komisioner OJK agar memerintahkan deputi Komisioner Sumber Daya Manusia dan Manajemen Strategis untuk meminta pejabat pembuat komitmen (PPK) menagihkan kelebihan pembayaran karena selisih kurs tersebut kepada rekanan sebesar Rp 100,75 juta dan menyetorkan ke rekening OJK. Selanjutnya untuk disetorkan ke kas negara.

Leave a reply

Iconomics