Deflasi Berkepanjangan Melanda Indonesia, BPS : Perlu Kajian Lebih Lanjut Soal Keterkaitannya dengan Penurunan Daya Beli

0
53

Badan Pusat Statistik [BPS] mengumumkan pada September 2024, Indeks Harga Konsumen [IKH] kembali mengalami penurunan alias terjadi deflasi. Kondisi ini sudah berlangsung sejak Mei 2024. 

Amalia A.Widyasanti, Pelaksana Tugas Kepala BPS mengatakan, perlu ada kajian yang lebih dalam soal keterkaitan deflasi berkepanjangan ini dengan dugaan adanya penurunan daya beli masyarakat.

“Untuk mengambil kesimpulan, apakah ini menunjukkan indikasi daya beli masyarakat menurun, harus dilakukan studi lebih lanjut, karena yang namanya penurunan daya beli itu tidak bisa hanya dimonitor atau diambil kesimpulan hanya dengan angka inflasi [IHK],” ujar Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (1/10).

Dalam pengumumanya, Amalia menyampaikan pada September 2024, terjadi deflasi sebesar 0,12% secara bulanan atau terjadi penurunan indeks harga konsumen [IHK] dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024. 

Sementara itu secara year on year, terjadi inflasi sebesar  1,84% dan secara tahun kalender atau year to date terjadi inflasi sebesar 0,74%.

“Deflasi pada September 2024 ini terlihat lebih dalam dibandingkan Agustus 2024 dan ini merupakan deflasi kelima pada 2024 secara bulanan,” ujarnya.

Baca Juga :   Ombudsman Sebut Pemerintah Belum Penuhi 12 Indikator untuk Impor Beras

Sebagai pengingat, pada Agustus 2024 tingkat deflasi sebesar 0,03%. Sebelumnya pada Mei hingga Juli tingkat deflasi masing-masing sebesar 0,03%; 0,08%; dan 0,18%.

Amalia menyampaikan, deflasi 0,12% pada Agustu 2024, terutama terjadi pada kelompok makanan, minuman dan tembakau yang mencatatkan deflasi sebesar 0,59% dan memberikan andil deflasi sebesar 0,17%. 

Meski secara umum terjadi deflasi, beberapa komoditas mengalami inflasi di antaranya ikan segar dan kopi bubuk dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,02%, biaya kuliah perguruan tinggi, tarif angkutan udara dan sigaret kretek mesin [SKM] yang memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,01%.

Berdasarkan komponennya, deflasi sebesar 0,12% pada September 2024, didorong oleh deflasi komponen bergejolak dan harga diatur pemerintah. Komponen harga bergejolak mengalami deflasi sebesar 1,34%. Komponen ini memberikan andil deflasi sebesar 0,21%. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi adalah cabe merah, cabe rawit, telur ayam ras, daging ayam ras dan tomat. 

Komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 0,04% dengan andil deflasi sebesar 0,01%. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi pada komponen harga diatur pemerintah adalah bensin.

Baca Juga :   Inflasi Januari 2022 Sebesar 0,56%, Inflasi Tahunan 2,18% Tertinggi Sejak Mei 2020

Amalia menjelaskan deflasi bensin terjadi karena pada September, pemerintah menurunkan harga Bahan Bakar Minyak [BBM] non subsidi.

“Kami mencatat komoditas bensin dan solar mengalami deflasi pada September 2024 dan tingkat deflasinya masing-masing 0,72% dan 0,74%,” ujarnya.

Di sisi lain, komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,16%. Komponen inti memberikan andil inflasi sebesar 0,10%. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah kopi bubuk dan biaya kuliah akademi atau perguruan tinggi.

Diklaim karena pasokan berlimpah

Amalia mengatakan kondisi delfasi berkepanjangan pernah dialami Indonesia pada 1999, setelah krisis moneter. Saat itu, selama tujuh bulan berturut-turut sejak Maret hingga September 1999, Indonesia mengalami deflasi, setelah diterpa inflasi tinggi karena depresiasi nilai tukar Rupiah.

Deflasi berkepanjangan yang terjadi pada 2024 ini, menurut Amalia, terutama terjadi karena sisi penawaran yang berlimpah.

Ia mengatakan, deflasi terutama terjadi pada produk tanaman pangan dan hortikultura, seperti cabe merah, cabe rawit, tomat, daun bawang, kentang dan wortel. 

Selain itu, deflasi juga terjadi pada produk peternakan seperti telur ayam ras dan daging ayam ras. 

Baca Juga :   Neraca Perdagangan Tahun 2022 Surplus US$54,46 Miliar, Naik 53,71%

“Mengapa harganya [tanamana pangan dan produk peternakan] bisa turun? Karena biaya produksi turun. Karena biaya produksi turun, tentunya ini akan dicerminkan pada harga di tingkat konsumen yang ikut turun,” ujar Amalia.

Penurunan harga ini, tambahnya, juga seiring dengan masa panen cabe rawit dan cabe merah sehingga pasokan relatif berlimpah untuk komoditas-komoditas tersebut.

Stabilisasi harga yang dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah, menurut Amalia, juga turut mendorong penurunan harga komoditas pangan.

Leave a reply

Iconomics