PKPU Kresna Life dan Keresahan Para Nasabahnya
Pada 10 Desember 2020 lalu, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengeluarkan Putusan Sela atas Perkara No. 389/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst mengenai permohonan Penundaan Kewajiban Pemabyaran Utang (PKPU) dari nasabah Lukman Wibowo terhadap PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life).
Namun, PKPU ini dinilai janggal sekaligus membawa keresahan bagi sejumlah nasabah. Pasal 50 Undang-Undang No.40 tahun 2014 tentang Perasuransian menyebutkan: “Permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah berdasarkan Undang-Undang ini hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan“.
“Nasabah meminta OJK agar segera mengambil tindakan yang diperlukan karena PKPU tersebut dianggap bertentangan dengan UU yang berlaku dan akan sangat merugikan nasabah,” ujar Nurlaila, seorang nasabah Kresna Life, kepada Iconomics, Kamis (17/12).
Nurlaila menceritakan dalam pertemuan antara nasabah dengan manajemen Kresna Life pada 15 Desember 2020, perwakilan nasabah dikabarkan bahwa karena adanya PKPU ini, maka Kresna Life tidak dapat melakukan pembayaran walaupun terhadap nasabah-nasabah yang sudah menandatangani Perjanjian Kesepakatan Bersama (PKB).
“Sehingga nasabah benar-benar merasa sangat dirugikan dan mendesak OJK agar segera mengambil tindakan sesuai tupoksi OJK dalam perlindungan Konsumen,” ujarnya.
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara belum merespons pertanyaan Iconomics melalui WhatsApp terkait putusan PKPU ini dari sisi perlindungan konsumen.
Terkait keputusan PKPU Sementara, Direktur Utama Kresna Life Kurniadi Sastrawinata pada 15 Desember lalu sudah mengirim surat kepada nasabah yang isinya adalah pemberitahuan jadwal pertemuan dengan kreditur. Dalam surat itu, Kurniadi juga menyatakan “menghormati Keputusan PKPU Sementara” itu.
Tak hanya dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Perasuransian, Nurlaila juga juga berpendapat bahwa upaya PKPU tersebut sangatlah aneh dan diduga ada rekayasa dari pihak tertentu agar Kresna Life dapat menunda kewajiban pembayaran kepada nasabah.
“Karena logikanya adalah nasabah ‘tidak mau’ ditunda pembayarannya dan sudah berjuang keras sejak Mei 2020 lalu untuk mendapatkan kembali hak nasabah. Jadi mengapa ada nasabah yang malah meminta pembayaran ditunda?” ujarnya.
Sejak Februari 2020 Kresna Life tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran terhadap pemegang polis dan melakukan pembayaran secara bertahap. Sampai saat ini hanya polis dengan nilai Rp50 juta ke bawah yang bisa dibayar penuh oleh Kresna Life. Disamping itu pembayaran manfaat polis pun sudah dihentikan sejak pertengahan Mei 2020.
OJK sebenarnya sudah memberikan tindakan keras terhadap perusahaan ini. Pada 3 Agustus lalu, OJK memberikan sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) kepada Kresna Life. PKU ini dicabut OJK pada 4 November 2020. Kemudian pada 9 Dsember lalu, OJK kembali menjatuhkan sanksi PKU kepada Kresna Life karena dinilai tidak menjalakan tiga rekomendasi atas temuan pemeriksaan OJK.
Salah satu rekomendasi tersebut adalah menurunkan konsentrasi penempatan investasi pada pihak terafiliasi Grup Kresna. Sumber Iconomics menyebutkan bahwa investasi Kresna Life pada Grup afiliasi mencapai 75%, padahal ketentuannya maksimal 25%. Saat saham-saham Grup turun, Kresna Life menjadi insolvent atau tidak dapat membayar kewajiban.
Rekomendasi lain dari OJK adalah menyelesaikan kewajiban terhadap seluruh pemegang polis, antara lain dengan membuat kesepakatan penyelesaian kewajiban. Kresna Life pada 3 Agustus 2020 sudah mengeluaran rencana pembayaran kepada nasabah yang dicicil dari 8 bulan sampai dengan 60 bulan berdasarkan besarnya nilai polis. Namun, rencana pembayaran tersebut ditolak keras oleh para nasabah.
Pada 2 September 2020, OJK mengadakan mediasi antara perwakilan nasabah dengan Kresna Life yang dihadiri oleh Michael Steven, pemegang saham Kresna. Kresna Life kemudian mengeluarkan revisi rencana pembayaran pada 7 September 2020 yang menjadi 54 bulan dari sebelumnya 60 bulan. Disamping itu nasabah juga diminta menandatangani Perjanjian Kesepakatan Bersama (PKB) yang melepas hak Polis dan tidak dapat melakukan tuntutan apa-apa selanjutnya.
OJK yang dimintai tanggapan oleh nasabah terkait PKB itu menyatakan bahwa PKB tersebut merupakan perjanjian hutang-piutang biasa dan bukan dalam ranah OJK lagi.
Sumber Iconomics mengungkapkan setidaknya sudah ada sekitar 7.500 nasabah yang menandatangani PKB. Sedangkan yang belum teken sekeitar 2.000 nasabah. Nasabah yang belum teken ini tak setuju dengan rencana pembayaran yang dibuat Kresna Life pada 7 September itu dan menuntut pembayaran polis penuh.
Ketua Tim Penyelesaian Polis Kresna Life Supriyadi kepada Iconomics beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa sebagian besar pemegang polis memang sudah menyetujui rencana pembayaran yang dibuat pada 7 September dan telah menandatangani PKB. “Sebagain besar Pemegang Polis sudah setuju dan sudah tanda tangan pejanjian,” ujar melalui aplikasi perpesanan WhatsApp.
Supriyadi mengatakan kesepakatan tersebut tidak memerlukan persetujuan dari OJK. “Kesepakatan antara Pemegang Polis dan AJK (Asuransi Jiwa Kresna) sepanjang para pihak sepakat, tidak perlu persetujuan OJK,” ujarnya.
Jumat (18/12) besok adalah jadwal rapat kreditur pertama sesuai dengan surat manajemen Kresna Life pada 15 Desember lalu menindaklanjuti keputusan PKPU 10 Desember lalu. Seorang nasabah mengatakan perwakilan nasabah rencananya akan hadir. Sektar 25 nasabah rencananya akan memasukan surat penolakan atas putusan PKPU tersebut. Setelah dari Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, lokasi rapat pertama kreditur, para nasabah akan mendatangi kantor OJK di Mulia Tower, Gatot Subroto.